Jumat, 23 Maret 2018

Sejarah Ekonomi Indonesia

A.  Sejarah Pra Kolonialisme Ekonomi di Indonesia
Periode Pra-Kolonialisme adalah masa berdirinya kerajaan di wilayah Nusantara (sekitar abad ke – 5) sampai sebelum masa masuknya penjajah yang secara sistematis menguasai kekuatan ekonomi dan politik di wilayah nusantara (sekitar abad ke-15 sampai ke-17), pada masa itu RI belum berdiri.
Perdagangan di masa kerajaan tradisional disebut oleh Van Leur mempunyai sifat kapitalisme politik, dimana pengaruh raja dalam perdagangan itu sangat besar. Misalnya di masa Sriwijaya, saat perdagangan internasional dari Asia Timur ke Asia Barat dan Eropa, mencapai zaman keemasannya. Raja-raja dan para bangsawan mendapatkan kekayaannya dari berbagai upeti dan pajak.
Penggunaan uang yang berupa koin emas dan koin perak sudah dikenal di masa itu, namun pemakaian uang baru mulai dikenal di masa kerajaan Islam, misalnya picis yang terbuat dari timah di Cirebon. Perdagangan barter banyak berlangsung dalam system perdagangan Internasional. Karenanya, tidak terjadi surplus atau defisit yang harus diimbangi dengan ekspor atau Impor logam mulia.
Kejayaan suatu negeri dinilai dari luasnya wilayah, penghasilan per tahun, dan ramainya pelabuhan. Hal itu disebabkan, kekuasaan dan kekayaan kerajaan kerajaan di Sumatera bersumber dari perniagaan, sedangkan di Jawa, kedua hal itu bersumber dari pertanian dan perniagaan. Di masa pra kolonial, pelayaran niaga lah yang cenderung lebih dominan. Di Indonesia secara keseluruhan, pertanian dan perniagaan sangat berpengaruh dalam perkembangan perekonomian Indonesia.

Dengan kata lain, sistem pemerintahan masih berbentuk feudal. Kegiatan utama perekonomian adalah:
  1. Pertanian, umumnya monokultura, misalnya padi di Jawa dan rempah di Maluku.
  2. Eksplorasi hasil alam, misalnya hasil laut, hasil tambang, dll.
  3. Perdagangan besar antarpulau dan antarbangsa sangat mengandalkan jalur laut.
  4. Kerajaan-kerajaan besar yang pernah muncul dalam sejarah Inonesia diantaranya seperti Sriwijaya (abad ke-8), Majapahit (abad ke 13-15) maupun Banten (abad ke 17-18) merupakan kerajaan yang sangat menguasai tiga kegiatan ekonomi diatas.

B.  Sistem Monopoli VOC yang terjadi di Indonesia
VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan & aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yg kini bernama Jakarta. Hindia-Belanda pada abad ke-17 & 18 tak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda
VOC menerapkan aturan baru yaitu Verplichte Leverantie atau penyerahan wajib. Tiap daerah diwajibkan menyerahkan hasil bumi kepada VOC menurut harga yang telah ditentukan.

Agar dapat melaksanakan tugas dengan leluasa VOC diberi hak istimewa oleh pemerintah Belanda :
  1. Memonopoli perdagangan
  2. Mencetak dan mengedarkan uang
  3. Mengangkat dan memperhentikan pegawai
  4. Mengadakan perjanjian dengan raja-raja
  5. Memiliki tentara untuk mempertahankan diri
  6. Mendirikan benteng   
  7. Menyatakan perang dan damai
  8. Mengangkat dan memberhentikan penguasa-penguasa setempat.


Peraturan yang ditetapkan VOC dalam melaksanakan monopoli perdagangan antara lain :
  1. Verplichte Laverantie, yaitu penyerahan wajib hasil bumi dengan harga yg telah ditetapkan oleh VOC,dan melarang rakyat menjual hasil buminya selain kepada VOC.
  2. Contingenten, yaitu  kewajiban bagi rakyat untuk membayar pajak berupa hasil bumi.
  3. Peraturan tentang ketentuan areal dan jumlah tanaman rempah yang boleh ditanam.
  4. Ekstirpasi, yaitu hak VOC untuk menebang tanaman rempah agar tidak terjadi over produksi yg dapat menyebabkan harga rempah merosot.
  5. Pelayaran Hongi, yaitu pelayaran dengan perahu kora-kora (perahu perang) untuk mengawasi pelaksanaan monopoli perdagangan VOC dan menindak pelanggarnya.

C.  Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel)
Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel), merupakan peraturan yang dikeluarkan Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch (Pencetus sistem tanam paksa) pada tahun 1830 memulai diterapkan aturan kerja rodi (kerja paksa) yang disebut Cultuur stelsel. Mengharuskan setiap desa menyisihkan 20% tanahnya untuk ditanami komoditi yang laku dipasar ekspor, khususnya tebu, tarum (nila) dan kopi. Hasil tanaman ini nantinya harus dijual kepada pemerintah belanda dengan harga yang telah ditetapkan. Sedangkan Penduduk desa yang tidak punya tanah harus bekerja selama 75 hari setiap tahun (20% dari 365 Hari) pada perkebunan milik pemerintah belanda, hal tersebut menjadi semacam pengganti pajak bagi rakyat.
Tujuan sistem tanam paksa atau Cultuur stelsel adalah memperoleh pendapatan sebanyak mungkin dalam waktu relatif singkat, yang tujuannya untuk mengisi kekosongan kas Belanda yang pada saat itu terkuras habis akibat perang.

Sistem tanam paksa yang dilaksanakan memiliki aturan-aturan sebagai berikut:
  1. Setiap penduduk wajib menyerahkan seperlima dari lahan garapannya untuk ditanami tanaman wajib yang berkualitas ekspor.
  2. Tanah yang disediakan untuk tanah wajib dibebaskan dari pembayaran pajak tanah.
  3. Hasil panen tanaman wajib harus diserahkan kepada pemerintah kolonial. Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak yang harus dibayarkan kembali kepada rakyat.
  4. Tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menggarap tanaman wajib tidak boleh melebihi tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menanam padi atau kurang lebih 3 bulan.
  5. Mereka yang tidak memiliki tanah, wajib bekerja selama 66 hari atau seperlima tahun di perkebunan pemerintah.
  6. Jika terjadi kerusakan atau kegagalan panen menjadi tanggung jawab pemerintah (jika bukan akibat kesalahan petani).
  7. Pelaksanaan tanam paksa diserahkan sepenuhnya kepada kepala desa.


Dalam kenyataannya, pelaksanaan tanam paksa (cultur stelsel) banyak terjadi penyimpangan, karena berorientasi pada kepentingan imperialis, di antaranya:
  1. Jatah tanah tanaman ekspor melebihi seperlima tanah garapan, apalagi tanahnya subur.
  2. Rakyat lebih banyak mencurahkan perhatian, tenaga, dan waktunya untuk tanaman ekspor, sehingga banyak tidak sempat mengerjakan sawah dan ladang sendiri.
  3. Rakyat tidak memiliki tanah harus bekerja melebihi 1/5 tahun.
  4. Waktu pelaksanaan tanaman ternyata melebihi waktu tanam padi (tiga bulan) sebab tanaman-tanaman perkebunan memerlukan perawatan yang terus-menerus.
  5. Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak yang harus dibayarkan kembali kepada rakyat ternyata tidak dikembalikan kepada rakyat.
Kegagalan panen tanaman wajib menjadi tanggung jawab rakyat/petani.


Dalam pelaksanaannya, banyak mengalami penyimpangan dari ketentuan yang ditetapkan. Penyimpangan ini terjadi karena penguasa lokal, tergiur oleh janji Belanda yang menerapkan sistem cultuur procenten.
Cultur procenten atau prosenan tanaman adalah hadiah dari pemerintah bagi para pelaksana tanam paksa (penguasa pribumi, kepala desa) yang dapat menyerahkan hasil panen melebihi ketentuan yang diterapkan dengan tepat waktu.
Bagi rakyat di Pulau Jawa, sistem tanam paksa dirasakan sebagai bentuk penindasan yang sangat menyengsarakan rakyat. Terjadi kelaparan yang hebat di Cirebon (1844), Demak (1848), dan Grobogan (1849). Di antara jenis tanaman kultur yang diusahakan itu, tebu dan nila, adalah yang terpenting.
Tebu adalah bahan untuk gula, sedangkan nila bahan untuk mewarnai kain. Kemudian menyusul kopi, yang merupakan bahan ekspor yang penting. Selama tanam paksa, jenis tanaman yang memberi untung banyak ialah kopi dan gula. Tanah yang dipakai juga luas. Jumlah petani yang terlibat dalam tanam paksa gula dan kopi adalah besar, laba yang diperoleh juga banyak. Tanam paksa mencapai puncak perkembangannya sekitar tahun 1830-1840. Pada waktu itu Negeri Belanda menikmati hasil tanam paksa yang tertinggi. Tetapi sesudah tahun 1850, mulai terjadi pengendoran.

Akibat Sistem Tanam Paksa :

  1. Akibat Sistem Tanam Paksa Bagi Belanda :
  2. Kas Belanda menjadi surplus (berlebihan)
  3. Belanda bebas dari kesulitan keuangan
  4. Akibat Sistem Tanam Paksa Bagi Indonesia
  5. Banyak tanah yang terbengkalai, sehingga panen gagal.
  6. Rakyat makin menderita.
  7. Wabah penyakit merajalela.
  8. Bahaya kelaparan yang melanda Cirebon memaksa rakyat mengungsi ke daerah lain untuk menyelamatkan diri.
  9. Kelaparan hebat di Grobogan, sehingga banyak yang mengalami kematian dan menyebabkan jumlah penduduk menurun tajam.


Pengaruh Positif Sistem Tanam Paksa Bagi Rakyat Indonesia :
  1. Terbukanya lapangan pekerjaan,
  2. Rakyat mulai mengenal tanaman-tanaman baru
  3. Rakyat mengenal cara menanam yang baik.

D.  Sistem Ekonomi Kapitalisme Liberal
Sistem ekonomi liberal kapitalis adalah sitem ekonomi yang aset-aset produktif dan faktor-faktor produksinya sebagian besar dimiliki oleh sektor individu/swasta. Sementara tujuan utama kegiatan produksi adalah menjual untuk memperoleh laba.
Sistem perekonomian/tata ekonomi liberal kapitalis merupakan sistem perekonomian yang memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi barang, menjual barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya.
Dalam perekonomian liberal kapitalis setiap warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Semua orang bebas bersaing dalam bisnis untuk memperoleh laba sebesar- besarnya dan bebas melakukan kompetisi untuk memenangkan persaingan bebas.

Sejarah dan Perkembangan
Sistem ekonomi liberal kapitalis lebih bersifat memberikan kebabasan kepada individu/swasta dalam menguasai sumber daya yang bermuara pada kepentingan masing-masing individu untuk mendapatkan keuntungan pribadi sebesar-besarnya. Hal tersebut tidak terlepas dari berkembangnya paham individualisme dan rasionalisme pada zaman kelahiran kembali kebudayaan Eropa (renaisance) pada sekitar abad pertengahan (abad ke-XVI). Yang dimaksud dengan kelahiran kembali kebudayaan Eropa adalah pertemuan kembali dengan filsafat Yunani yang dianggap sebagai sumber ilmu pengetahuan modern setelah berlangsungnya Perang Salib pada abad XII – XV. Cepat diterimanya kebudayaan Yunani oleh ilmuwan Eropa tidak terlepas dari suasana masa itu, dimana Gereja mempunyai kekuasaan yang dominan sehingga berhak memutuskan sesuatu itu benar atau salah. Hal tersebut mendorong para ilmuwan untuk mencari alternatif diluar Gereja. Dalam hal ini filsafat Yunani yang mengajarkan bahwa rasio merupakan otoritas tertinggi dalam menentukan kebenaran, sangat cocok dengan kebutuhan ilmuwan Eropa waktu itu.
Pengaruh gerakan reformasi terus bergulir, sehingga mendorong munculnya gerakan pencerahan (enlightenment) yang mencakup pembaruan ilmu pengetahuan, termasuk perbaikan ekonomi yang dimulai sekitar abad XVII-XVIII. Salah satu hasilnya adalah masyarakat liberal kapitalis.
Namun gerakan pencerahan tersebut juga membawa dampak negatif. Munculnya semangat liberal kapitalis membawa dampak negatif yang mencapai puncaknya pada abad ke-XIX, antara lain eksploitasi buruh, dan penguasaan kekuatan ekonomi oleh individu. Kondisi ini yang mendorong dilakukannya koreksi lanjutan terhadap sistem politik dan ekonomi, misalnya pembagian kekuasaan, diberlakukannya undang-undang anti monopoli, dan hak buruh untuk mendapatkan tunjangan dan mendirikan serikat buruh.

Sistem liberal kapitalis awal/klasik
Sistem ekonomi liberal kapitalis klasik berlangsung sekitar abad ke-XVII sampai menjelang abad ke-XX, dimana individu/swasta mempunyai kebebasan penguasaan sumber daya maupun pengusaan ekonomi dengan tanpa adanya campur tangan pemerintah untuk mencapai kepentingan individu tersebut, sehingga mengakibatkan munculnya berbagai ekses negatif diantaranya eksploitasi buruh dan penguasaan kekuatan ekonomi. Untuk masa sekarang, sitem liberal kapitalis awal/klasik telah ditinggalkan.

Sistem liberal kapitalis modern
Sistem ekonomi liberal kapitalis modern adalah sistem ekonomi liberal kapitalis yang telah disempurnakan. Beberapa unsur penyempurnaan yang paling mencolok adalah diterimanya peran pemerintah dalam pengelolaan perekonomian. Pentingnya peranan pemerintah dalam hal ini adalah sebagai pengawas jalannya perekonomian. Selain itu, kebebasan individu juga dibatasi melalui pemberlakuan berbagai peraturan, diantaranya undang-undang anti monopoli (Antitrust Law). Nasib pekerja juga sudah mulai diperhatikan dengan diberlakukannya peraturan-peraturan yang melindungi hak asasi buruh sebagai manusia. Serikat buruh juga diijinkan berdiri dan memperjuangkan nasib para pekerja. Dalam sistem liberal kapilalis modern tidak semua aset produktif boleh dimiliki individu terutama yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat banyak, pembatasannya dilakukan berdasarkan undang-undang atau peraturan-peraturan. Untuk menghindari perbedaan kepemilikan yang mencolok, maka diberlakukan pajak progresif misalnya pajak barang mewah.

E.     Sejarah Era Pendudukan Jepang
Mengalami  pendudukan  Jepang di Indonesia  bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut. Campuran Belanda dan Indonesia merupakan target dalam pendudukan Jepang. Dimulai dariwilayah Tarakan (Kalimantan Timur) sebagai penghasil minyak bumi terbesar di Indonesia, berturut-turut kemudian wilayah Balikpapan, Ambon,Kendari, Pontianak dapat dikuasai padabulan yang sama. Pada bulan Pebruari 1942 Jepang berhasil menguasai Palembang.

Untuk menguasai Indonesia, Jepang menggunakan 2 jalur, yaitu :
  1. Lewat Philipina ;Tarakan, Balikpapan, Bali, Rembang Indramayu
  2. Lewat Semenanjung Melayu ; Palembang, Pontianak, Tanjung Priok

Pada tanggal 5 Maret 1942 tentara Jepang berhasil menguasai Batavia. Karena semakin terdesak serta tidak adanya bantuan dari Amerika Serikat akhirnya Belanda terpaksa harus menyerah tanpa syarat kepada Jepang melalui Perjanjian Kalijati (SubangJawabarat) pada tanggal 8 Maret 1942. Perjanjian ini ditandatangani oleh Jenderal Teerporten selaku wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Indonesia (Tjarda Van Stackenborg Stackhouwer) dengan Jenderal Immamura sebagai Pimpinan balatentara Jepang di Indonesia.
Tujuan Jepang menyerang dan menduduki Hindia-Belanda adalah untuk menguasai sumber-sumber alam, terutama minyak bumi, guna mendukung potensi perang Jepang serta mendukung industrinya. Jawa dirancang sebagai pusat penyediaan bagi seluruh operasi militer  di Asia Tenggara, dan Sumatera sebagai sumber minyak utama.

F.     Cita-cita ekonomi merdeka
Bung Hatta pernah berkata, “dalam suatu Indonesia Merdeka yang dituju, yang alamnya kaya dan tanahnya subur, semestinya tidak ada kemiskinan. Bagi Bung Hatta, Indonesia Merdeka tak ada gunanya jika mayoritas rakyatnya tetap hidup melarat. “Kemerdekaan nasional tidak ada artinya, apabila pemerintahannya hanya duduk sebagai biduan dari capital asing,” kata Bung Hatta. (Pidato Bung Hatta di New York, AS, tahun 1960). Karena itu, para pendiri bangsa, termasuk Bung Karnodan Bung Hatta, kemudian merumuskan apa yang disebut “Cita-Cita Perekonomian”. Ada dua garis besar cita-cita perekonomian kita. Pertama, melikuidasi sisa-sisa ekonomi colonial dan feodalistik. Kedua, memperjuangkan terwujudnya masyarakat adil dan makmur.
Para pendiri bangsa kita tidak menginginkan penumpukan kemakmuran di tangan segelintir orang tetapi pemelaratan mayoritas rakyat.Tegasnya,cita-cita perekonomian kita  menghendaki kemakmuran seluruh rakyat. Mewujudkannya dengan cara:
  1. Adanya keharusan bagi peran negara yang bersifat aktif dan efektif.
  2. Adanya keharusan penyusunan rencana ekonomi (ekonomiterencana).
  3. Adanya penegasan soal prinsip demokrasi ekonomi, yakni pengakuan terhadap system ekonomi sebagai usaha bersama (kolektivisme).
  4. Adanya penegasan bahwa sumber dari semua aktivitas ekonomi, termasuk pelibatan sektor swasta, haruslah pada “sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

G.  Perekonomian di Indonesia
Masa Orde Lama
Dibawah pimpinan Soekarno bersikap anti batuan asing dan berorientasi kedalam. Soekarno menyatakan bahwa nilai kemerdekaan yang paling tinggi adalah berdiri di atas kaki sendiri atau yang biasa disebut “berdikari” (Mas’oed, 1989:76). Soekarno tidak menghendaki adanya bantuan luar negeri dalam membangun perekonomian Indonesia. Pembangunan ekonomi Indonesia haruslah dilakukan oleh Indonesia sendiri. Sikap Soekarno yang anti bantuan asing pada akhirnya membawa konsekuensi tersendiri yaitu terjadinya kekacauan ekonomi di Indonesia. Soekarno cenderung mengabaikan permasalahan mengenai ekonomi negara, pengeluaran besar-besaran yang terjadi bukan ditujukan terhadap pembangunan, melainkan untuk kebutuhan militer, proyek mercusuar, dan dana-dana politik lainnya. Soekarno juga cenderung menutup Indonesia terhadap dunia luar terutama negara-negara barat. Hal itu diperkeruh dengan terjadinya inflasi hingga 600% per tahun pada 1966 yang pada akhirnya mengakibatkan kekacauan ekonomi bagi Indonesia.Kepercayaan masyarakat pada era Orde Lama kemudian menurun karena rakyat tidak mendapatkan kesejahteraan dalam bidang ekonomi.

Masa Orde Baru
Di bawah pimpinan Soeharto. Di era OrdeBaru di bawah pimpinan Soeharto, slogan “Politik sebagai Panglima” berubah menjadi “Ekonomi sebagai Panglima”.Karena pada masa ini, pembangunan ekonomi merupakan keutamaan, buktinya, kebijakan-kebijakan Soeharto berorientasi kepada pembangunan ekonomi. Kepemimpinan era Soeharto juga berbanding terbalik dengan kepemimpinan era Soekarno. Perekonomian pada masa Soeharto juga ditandai dengan adanya perbaikan di berbagai sector dan pengiriman delegasi untuk mendapatkan pinjaman-pinjaman dari negara-negara barat dan juga IMF. Jenis bantuan asing ini sangat berarti dalam menstabilkan harga-harga melalui “injeksi” bahan impor kepasar. Orde Baru cenderung berorientasi keluar dalam membangun ekonomi. Langkah Soeharto dibagi menjadi tiga tahap. Pertama, tahap penyelamatan yang bertujuan untuk mencegah agar kemerosotan ekonomi tidak menjadi lebih buruk lagi. Kedua, stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi, yang mengendalikan inflasi dan memperbaiki infra struktur ekonomi. Ketiga, pembangunan ekonomi. Hubungan Indonesia dengan negara lain dipererat melalui berbagai kerjasama, Indonesia juga aktif dalam organisasi internasional, terutama PBB, dan penyelesaian konflik dengan Malaysia.

Reformasi
Ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto dan diangkatnya BJ Habibie yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden menjadi Presiden Indonesia. Hal ini disebabkan oleh tidak mampunya Soeharto mengalami permasalahan ekonomi serta semakin mewabahnya KKN (korupsi, kolusi, nepotisme). Dalam masa kini perkembangan ekonomi tentu saja lebih baik daripada dua era tersebut. Sebenarnya Indonesia. Orientasi ekonomi di Indonesia harus lebih fleksibel. Karena dengan hal tersebut maka ekonomi di Indonesia tidak hanya berpusat di dalam negeri tanpa mau menerima bantuan asing, juga tidak hanya berkonsentrasi pada bantuan asing tanpa memperhatikan kemampuan yang dimiliki oleh Indonesia sendiri. Alangkah lebih baiknya jika orientasi kedalam negeri maupun keluar negeri dapat seimbang, sehingga Indonesia yang tentu saja masih memiliki kekurangan dapat menerima berbagai bantuan luar negeri secara wajar, yang kemudian tidak lupa untuk memaksimalkan sumber-sumber yang ada di Indonesia sendiri, baik itu SDA maupun SDM di Indonesia.

Reference : 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar