Senin, 15 April 2019

Daftar Perusahaan, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Macam-Macam HAKI

Wajib Daftar Perusahaan

A. Pengertian Daftar Perusahaan

Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982, daftar Perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut aturan atau berdasarkan ketentuan undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan.


B. Dasar Hukum

  1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (UUWDP),
  2. SK Menperindag No.12/MPP/Kep/1/1998 jo SK Menperindag No.327/MPP/Kep/7/1999 tentang perubahan atas SK Menperindag No.12/MPP/Kep/1/1998 tentang Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan.

C. Ketentuan Umum Wajib Daftar Perusahaan

Daftar catatan resmi terdiri formulir-formulir yang memuat catatan lengkap mengenai hal-hal yang wajib didaftarkan:

  1. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
  2. Pengusaha adalah setiap orang perseorangan atau persekutuan atau badan hukum yang menjalankan sesuatu jenis perusahaan. Dalam hal pengusaha perseorangan, pemilik perusahaan adalah pengusaha yang bersangkutan.
  3. Usaha adalah setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang perekonomian, yang dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.

D. Tujuan dan Sifat

  1. Melindungi perusahaan yang jujur dan terbuka dari kemungkinan kerugian akibat praktik usaha yang tidak jujur, seperti persaingan curang.
  2. Melindungi masyarakat atau konsumen dari kemungkinan kerugian akibat perbuatan yang tidak jujur atau insolvable suatu perusahaan. Dengan kewajiban pendaftaran perusahaan dapat diketahui keadaan perusahaan melalui daftar perusahaan yang sifatnya terbuka untuk semua pihak.
  3. Mengetauhi perkembangan dunia usaha dan perusahaan yang didirkan, bekerja dan berkedudukan di Indonesia melalui daftar perusahaan pada kantor pendaftaran perusahaan.
  4. Memudahkan pembinaan, pengarahan dan pengawasan serta penciptaan iklim usaha yang sehat melalui data yang dibuat secara benar dalam daftar perusahaan sehingga dapat dijamin perkembangan dunia usaha dan kepastian berusaha.
  5. Tujuan daftar perusahaan menurut Pasal 2 UUWDP adalah mencatat bahan- bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya tentang perusahaan yang tercantum dalam Daftat Perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha. Hal ini semata-mata untk melindungi perusahaan yang dijalankan secara jujur (tegoeder trouw).
  6. Sifat daftar perusahaan menurut Pasal 3 UUWDP adalah terbuka untuk semua pihak, artinya daftar perusahaan itu dapat dipergunakan oleh pihak ketiga sebagai sumber informasi. Setiap pihak yang berkepentingan, setelah memenuhi biaya administrasi yang ditetapkan oleh Menteri, berhak memperoleh keterangan yang diperlukan dengan cara mendapatkan salinan atau petikan resmi dari keterangan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang untuk itu dari kantor pendaftaran perusahaan.

E. Kewajiban Pendaftaran

Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam daftar perusahaan dan perusahaan yang wajib didaftarkan adalah setiap perusahaan yang berkedudukan di wilayah NKRI menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku termasuk di dalamnya kantor cabang, kantor pembantu, anak perusahaan, dan agen serta perwakilan dari perusahaan itu yang mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian. Dalam pengertian perusahaan ini termasuk perusahaan asing yang berkedudukan dan menjalankan usahanya di wilayah Negara Republik Indonesia menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Agen dan perwakilan perusahaan diperlakukan sama dengan perusahaan.

Pendaftaran wajib dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan yang bersangkutan atau dapat diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat kuasa yang sah. Apabila salah seorang dari mereka telah memenuhi kewajibannya, yang lain dibebaskan dari kewajiban tersebut.

Apabila pemilik dan atau pengurus dari suatu perusahaan yang berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia tidak bertempat tinggal diwilayah Negara Republik Indonesia, pengurus atau kuasa yang ditugaskan memegang pimpinan perusahaan berkewajiban untuk mendaftarkan. Bentuk perusahaan yang wajib didaftarkan dalam perusahaan itu adalah badan hukum (termasuk koperasi), persekutuan, perorangan, dan perusahaan lainnya di luar yang tersebut di atas. Sedangkan perusahaan yang dikecualikan dari wajib daftar perusahaan adalah usaha nonperekonomian dan nonprofit, misalnya pendidikan dormal, notaris, pengacara, jasa kesehatan dan rumah sakit yang dikelola oleh bukan badan usaha antara lain:
  1. Setiap perusahaan Negara yang berbentuk Perusahaan Jawatan (PERJAN) seperti diatur dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 40) jo Indische Bedrijvenwet (Staatsblad Tahun 1927 Nomor 419) sebagaimana dan ditambah.
  2. Setiap perusahaan kecil perorangan yang dijalankan oleh pribadi pengusahanya sendiri atau dengan mempekerjakan hanya anggota keluarganya sendiri yang terdekat serta tidak memerlukan izin usaha dan tidak merupakan suatu badan hukum atau suatu persekutuan.

F. Cara dan Tempat serta Waktu Pendaftaran

Menurut Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 BAB IV pasal 9, yaitu:

  1. Pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang ditetapkan oleh Menteri pada kantor tempat pendaftaran perusahaan.
  2. Penyerahan formulir pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan, yaitu:
    a) Di tempat kedudukan kantor perusahaan;
    b) Di tempat kedudukan setiap kantor cabang, kantor pembantu perusahaan atau kantor anak perusahaan; 
    c) Di tempat kedudukan setiap kantor agen dan perwakilan perusahaan yang mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian.
  3. Dalam hal suatu perusahaan tidak dapat didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan di Ibukota Propinsi tempat kedudukannya.
Waktu pendaftaran sesuai UU No. 3 Tahun 1982 pasal 10 yaitu, Pendaftaran wajib dilakukan dalam jangka waktu tiga bulan setelah perusahaan mulai menjalankan usahanya. Dalam hal ini batasan suatu perusahaan dianggap mulai menjalankan usahanya, yaitu pada saat menerima izin usaha dari instansi teknis yang berwenang. Sedangkan mengenai hal-hal yang wajib didaftarkan di dalam daftar perusahaan tersebut sangat bergantung pada jenis perusahaan yang didaftarkan. Pengaturan yang rinci mengenai hal-hal apa saja yang harus didaftarkan tersebut dijelaskan di dalam pasal 11 sampai dengan pasal 17 UUWDP.

G. Hal-Hal yang Wajib Didaftarkan

Hal-hal yang wajib didaftarkan itu tergantung pada bentuk perusahaan, seperti; perseroan terbatas, koperasi, persekutuan atau perseorangan. Perbedaan itu terbawa oleh perbedaan bentuk perusahaan.

a) Umum
b) Kegiatan Usaha Lain-lain Oleh Setiap Pengurus dan Komisaris
c) Mengenai Setiap Pemegang Saham
d) Akta Pendirian Perseroan
e) Mengenai Pengurus dan Komisaris


Sesuai dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 pasal 11;
1. Apabila perusahaan berbnetuk Perseroan Terbatas, selain memenuhi ketentuan perundang-undangan tentang Perseroan Terbatas, hal-hal yang wajib didaftarkan adalah:
a) 1. Nama perseroan; 
    2. Merek perusahaan;
b) 1. Tanggal pendirian perseroan,
    2. Jangka waktu berdirinya perseroan;
c) 1. Kegiatan pokok dan lain-lain kegiatan usaha perseroan
    2. Izin-izin usaha yang dimiliki;
d) 1. Alamat perusahaan pada waktu perseroan didirikan dan setiap perubahannya;
    2. Alamat setiap kantor cabang, kantor pembantu dan agen serta perwakilan perseroan;
e) Berkenaan dengan setiap pengurus dan komisaris :
    1. Nama lengkap dan setiap alias-aliasnya;
    2. Setiap namanya dahulu apabila berlainan dengan huruf e angka 1;
    3. Nomor dan tanggal tanda bukti diri;
    4. Alamat tempat tinggal yang tetap;
   5. Alamat dan negara tempat tinggal yang tetap apabila tidak bertempat tinggal tetap di wilayah Negara Republik Indonesia;
    6. Tempat dan tanggal lahir;
    7. Negara tempat lahir apabila dilahirkan di luar wilayah Negara Republik Indonesia;
    8. Kewarganegaraan pada saat pendaftaran;
    9. Setiap kewarganegaraan dahulu apabila berlainan dengan huruf e angka 8;
  10. Tanda tangan;
  11. Tanggal mulai menduduki jabatan;
f) Lain-lain kegiatan usaha dari setiap pengurus dan komisaris;
g) 1. Modal dasar;
    2. Banyaknya dan nilai nominal masing-masing saham;
    3. Besarnya modal yang ditempatkan;
    4. Besarnya modal yang disetor;
h) 1. Tanggal dimulainya kegiatan usaha;
    2. Tanggal dan nomor pengesahan badan hukum;
    3. Tanggal pengajuan permintaan pendaftaran.


2. Apabila telah diterbitkan saham atas nama yang telah maupun belum disetor secara penuh, di samping hal-hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, juga wajib didaftarkan hal-hal mengenai setiap  pemilik pemegang saham-saham itu yaitu:

  1. Nama lengkap dan setiap alias-aliasnya;
  2. Setiap namanya dahulu apabila berlainan dengan ayat (2) angka 1;
  3. Nomor dan tanggal tanda bukti diri;
  4. Alamat tempat tinggal yang tetap,
  5. Alamat dan negara tempat tinggal yang tetap apabila tidak  bertempat tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia;
  6. Tempat dan tanggal lahir;
  7. Negara tempat lahir apabila dilahirkan di luar wilayah Negara Republik Indonesia;
  8. Kewarganegaraan;
  9. Setiap kewarganegaraan dahulu apabila berlainan dengan ayat (2) angka 8;
  10. Jumlah saham yang dimiliki,
  11. Jumlah uang yang disetorkan atas tiap saham.


3. Pada waktu mendaftarkan wajib diserahkan salinan resmi akta  pendirian.

4. Hal-hal yang wajib didaftarkan, khusus bagi Perseroan Terbatas yang menjual sahamnya kepada masyarakat dengan perantaraan pasar modal, diatur lebih lanjut oleh Menteri.


Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 pasal 12:
  1. Apabila perusahaan berbentuk Koperasi, hal-hal yang wajib didaftarkan adalah :
    a) 
    1. Nama koperasi,
        2. Nama perusahaan apabila berlainan dengan huruf a angka 1;
        3. Merek perusahaan.
    b) 
    Tanggal pendirian;
    c) Kegiatan pokok dan lain-lain kegiatan usaha;
    d) Alamat perusahaan berdasarkan akta pendirian;
    e) Berkenaan dengan setiap pengurus dan anggota badan pemeriksa
        1. Nama lengkap dan setiap alias-aliasnya;
        2. Setiap namanya dahulu apabila berlainan dengan ayat (2) angka 1;
        3. Nomor dan tanggal tanda bukti diri;
        4. Alamat tempat tinggal yang tetap;
        5. Tanda tangan;
        6. Tanggal mulai menduduki jabatan;
    f) Lain-lain kegiatan usaha dari setiap pengurus dan anggota badan  pemeriksa;
    g) 1. tanggal dimulainya kegiatan usaha;
        2. tanggal pengajuan permintaan pendaftaran.
  2. Pada waktu pendaftaran juga wajib diserahkan salinan resmi akta  pendirian koperasi yang disahkan serta salinan surat pengesahan dari  pejabat yang berwenang untuk itu.


Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 pasal 13:
  1. Apabila perusahaan berbentuk Persekutuan Komanditer, hal-hal yang wajib didaftarkan adalah:
    a) Tanggal pendirian dan jangka waktu berdirinya persekutuan; 
    b) 1. Nama persekutuan dan atau nama perusahaan
        2. Merek perusahaan;
    c) 1. Kegiatan pokok dan lain-lain kegiatan usaha persekutuan;
        2. Izin-izin usaha yang dimiliki;
    d) 1. Alamat kedudukan persekutuan dan atau alamat perusahaan;
        2. Alamat setiap kantor cabang, kantor pembantu, dan agen serta  perwakilan persekutuan;
    e) Jumlah sekutu yang diperinci dalam jumlah sekutu aktip dan  jumlah sekutu pasip;
    f) Berkenaan dengan setiap sekutu aktip dan pasip;
        1. Nama lengkap dan setiap alias-aliasnya;
        2. Setiap namanya dahulu apabila berlainan dengan huruf f angka 1;
        3. Nomor dan tanggal tanda bukti diri;
        4. Alamat tempat tinggal yang tetap;
      5. Alamat dan negara tempat tinggal yang tetap apabila tidak  bertempat tinggal tetap di wilayah Negara Republik Indonesia;
        6. Tempat dan tanggal lahir; 177 1982, No. 7
        7. Negara tempat lahir apabila dilahirkan di luar wilayah Negara Republik Indonesia,
        8. Kewarganegaraan pada saat pendaftaran;
        9. Setiap kewarganegaraan dahulu apabila berlainan dengan huruf f angka 8;
    g) Lain-lain kegiatan usaha dari setiap sekutu aktip dan pasip;
    h) Besar modal dan atau nilai barang yang disetorkan oleh setiap sekutu aktip dan pasip;
    i) 1. Tanggal dimulainya kegiatan persekutuan;
      2. Tanggal masuknya setiap sekutu aktip dan pasip yang baru bila terjadi setelah didirikan persekutuan;
        3. Tanggal pengajuan permintaan pendaftaran;
    j) Tanda tangan dari setiap sekutu. aktip yang berwenang menanda tangani untuk keperluan persekutuan;
  2. Apabila perusahaan berbentuk Persekutuan Komanditer atas saham, selain hal-hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, juga wajib didaftarkan hal-hal mengenai modal yaitu:
    a) Besarnya modal komanditer;
    b) Banyaknya saham dan besarnya masing-masing saham;
    c) Besarnya modal yang ditempatkan;
    d) Besarnya modal yang disetor.
  3. Pada waktu mendaftarkan wajib diserahkan salinan resmi akta pendirian yang disahkan oleh pejabat yang berwenang untuk itu.


Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982, pasal 14:
  1. Apabila perusahaan berbentuk Persekutuan Firma, hal-hal yang wajib didaftarkan adalah :
    a) 1. Tanggal pendirian persekutuan;
        2. Jangka waktu berdirinya persekutuan apabila ada;
    b) 1. Nama persekutuan atau nama perusahaan;
        2. Merek perusahaan apabila ada;
    c) 1. Kegiatan pokok dan lain-lain kegiatan usaha persekutuan;
        2. Izin-izin usaha yang dimiliki;
    d) 1. Alamat kedudukan persekutuan;
        2. Alamat setiap kantor cabang, kantor pembantu dan agen serta  perwakilan persekutuan;
    e) Berkenaan dengan setiap sekutu :
        1. Nama lengkap dan setiap alias-aliasnya;
        2. Setiap namanya dahulu apabila berlainan dengan huruf e angka 1;
        3. Nomor dan tanggal tanda bukti diri;
        4. Alamat tempat tinggal yang tetap;
        5. Alamat dan negara tempat tinggal yang tetap apabila tidak tinggal tetap di wilayah Negara Republik Indonesia;
        6. Tempat dan tanggal lahir;
        7. Negara tempat lahir apabila dilahirkan di luar wilayah Negara Republik Indonesia;
        8. Kewarganegaraan pada saat pendaftaran;
        9. Setiap kewarganegaraan dahulu apabila berlainan dengan huruf e angka 8;
    f) Lain-lain kegiatan usaha dari setiap sekutu;
    g) jumlah modal (tetap)  persekutuan;
    h) 1. Tanggal dimulainya kegiatan persekutuan;
        2. Tanggal masuknya setiap sekutu yang baru yang terjadi setelah didirikan persekutuan;
        3. Tanggal pengajuan permintaan pendaftaran;
    i) Tanda tangan dari setiap sekutu (yang berwenang menanda tangani untuk keperluan  persekutuan).
  2. Apabila perusahaan berbentuk Persekutuan Firma memiliki akta pendirian,  pada waktu mendaftarkan wajib diserahkan salinan-salinan resmi akta  pendirian yang disahkan oleh pejabat yang berwenang untuk itu.

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982, pasal 15:
  1. Apabila perusahaan berbentuk perorangan hal-hal yang wajib didaftarkan adalah :
    a) 1. Nama lengkap pemilik atau pengusaha dan setiap alias-aliasnya;
        2. Setiap namanya dahulu apabila berlainan dengan huruf a angka 1;
        3. Nomor dan tanggal tanda bukti diri;
    b) 1. Alamat tempat tinggal yang tetap;
       2. Alamat dan negara tempat tinggal yang tetap, apabila tidak  bertempat tinggal tetap di wilayah Negara Republik Indonesia;
    c) 1. Tempat dan tanggal lahir pemilik atau pengusaha
        2. Negara tempat lahir apabila dilahirkan di luar wilayah Negara Republik Indonesia;
    d) 1. Kewarganegaraan pemilik atau pengusaha pada saat pendaftaran;
        2. Setiap kewarganegaraan pemilik atau pengusaha dahulu apabila  berlainan dengan huruf d angka 1;
    e) Nama perusahaan dan merek perusahaan apabila ada;
    f) 1. Kegiatan pokok dan lain-lain kegiatan usaha;
        2. Izin-izin usaha yang dimiliki;
    g) 1. Alamat kedudukan perusahaan;
       2. Alamat setiap kantor cabang, kantor pembantu, dan agen serta  perwakilan perusahaan apabila ada;
    h) Jumlah modal tetap perusahaan apabila ada;
    i) 1. Tanggal dimulai kegiatan perusahaan;
       2. Tanggal pengajuan permintaan pendaftaran.

    Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982, pasal 16: 
  2. Apabila perusahaan berbentuk usaha lainnya di luar dari pada sebagaimana dimaksud dalam Pasal-pasal 11, 12, 13, 14 dan 15 Undang-undang ini, hal-hal yang wajib didaftarkan adalah:
    a) Nama dan merek perusahaan;
    b) Tanggal pendirian perusahaan;
    c) 1. Kegiatan pokok dan lain-lain kegiatan usaha perusahaan;
        2. Izin-izin usaha yang dimiliki;
    d) 1. Alamat perusahaan berdasarkan akta pendirian;
        2. Alamat setiap kantor cabang, kantor pembantu, dan agen serta  perwakilan perusahaan;
    e) Berkenaan dengan setiap pengurus dan komisaris atau pengawas :
        1. Nama lengkap dan setiap alias-aliasnya;
        2. Setiap namanya dahulu apabila berlainan dengan huruf e angka 1 ;
        3. Nomor dan tanggal tanda bukti diri;
        4. Alamat tempat tinggal yang tetap;
      5. Alamat dan negara tempat tinggal yang tetap, apabila tidak  bertempat tinggal tetap di wilayah Negara Republik Indonesia;
        6. Tempat dan tanggal lahir;
        7. Negara tempat lahir apabila dilahirkan di luar wilayah Negara Republik Indonesia;
        8. Kewarganegaraan pada saat pendaftaran;
        9. Setiap kewarganegaraan dahulu apabila berlainan dengan huruf e angka 8;
      10. Tanda tangan;
      11. Tanggal mulai menduduki jabatan;
    f) Lain-lain kegiatan usaha dari setiap pengurus dan komisaris atau  pengawas;
    g) 1. Modal dasar;
        2. Besarnya modal yang ditempatkan;
        3. Besarnya modal yang disetorkan;
    h. 1. Tanggal dimulainya kegiatan perusahaan;
        2. Tanggal pengajuan permintaan pendaftaran.
  3. Pada waktu mendaftarkan wajib diserahkan salinan resmi akta pendirian dan lain-lain surat pernyataan serta pengesahan dari pajabat yang  berwenang untuk itu.

Hak Atas Kekayaan Intelektual

A. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual

Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) merupakan padanan dari bahasa Inggris Intellectual Property Right. Kata “intelektual” tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk  pemikiran manusia (the Creations of the Human Mind) (WIPO, 1988:3).
Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah hak eksklusif Yang diberikan suatu peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Secara sederhana HAKI mencakup Hak Cipta, Hak Paten Dan Hak Merk. Namun jika dilihat lebih rinci HAKI merupakan bagian dari benda (Saidin : 1995), yaitu benda tidak berwujud (benda imateriil).
Terdapat tiga jenis benda yang dapat dijadikan kekayaan atau hak milik, yaitu :
  1. Benda bergerak, seperti emas, perak, kopi, teh, alat-alat elektronik,  peralatan telekominukasi dan informasi, dan sebagainya;
  2. Benda tidak bergerak, seperti tanah, rumah, toko, dan pabrik; 
  3. Benda tidak berwujud, seperti paten, merek, dan hak cipta.
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) termasuk dalam bagian hak atas  benda tak berwujud. Berbeda dengan hak-hak kelompok pertama dan kedua yang sifatnya berwujud. Hak Atas Kekayaan Intelektual sifatnya berwujud,  berupa informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra, keterampilan dan sebagainya yang tidak mempunyai bentuk tertentu.


B. Prinsip-Prinsip Hak Kekayaan Intelektual

Prinsip-prinsip yang terdaftar dalam Hak Kekayaan Intelektual adalah  prinsip ekonomi, prinsip keadilan, prinsip kebudayaan, dan prinsip sosial:

1) Prinsip Ekonomi.

Prinsip ekonomi merupakan hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya pikir manusia yangdiekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memeberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan.


2) Prinsip Keadilan.

Prinsip keadilan merupakan di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang akan mendapat perlindungan dalam pemiliknya.

3) Prinsip Kebudayaan.

Prinsip kebudayaan, yakni perkembangan ilmu pengetahuan, sastra, dan seni untuk meningkatkan kehidupan manusia

4) Prinsip Sosial.

Prinsip sosial ( mengatur kepentingan manusia sebagai warga  Negara ), artinya hak yang diakui oleh hukum dan telah diberikan kepada individu merupakan satu kesatuan sehingga perlindungan diberikan bedasarkan keseimbangan kepentingan individu dan masyarakat.

C. Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual

Berdasarkan WIPO Hak atas Kekayaan Intelaktual dapat dibagi menjadi dua bagian dalam 2 golongan besar, yaitu :

1) Hak Cipta ( copyrights )
Hak eksklusif yang diberikan negara bagi pencipta suatu karya (misal karya seni untuk mengumumkan, memperbanyak, atau memberikan izin bagi orang lain untuk memperbanyak ciptaanya tanpa mengurangi hak pencipta sendiri.


UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak yang mengatur karya intelektual di bidang ilmu  pengetahuan, seni dan sastra yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan diberikan pada ide, prosedur, metode atau konsep yang telah dituangkan dalam wujud tetap.

Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Termasuk ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan sastra dan seni. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan  perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 1 ayat 1).

Hak cipta diberikan terhadap ciptaan dalam ruang lingkup bidang ilmu pengetahuan, kesenian, dan kesusasteraan. Hak ciptahanya diberikan secara ekslusif kepada pencipta, yaitu “seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalambentuk yang khas dan bersifat  pribadi".


2) Hak Kekayaan Industri ( industrial property rights )
Hak yang mengatur segala sesuatu tentang milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum. Hak kekayaan industri ( industrial property right ) berdasarkan pasal 1 Konvensi Paris mengenai perlindungan Hak Kekayaan Industri Tahun 1883 yang telah diamandemen pada tanggal 2 Oktober 1979, meliputi :
a. 
Paten
Paten adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya dibidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepadapihaklain untuk melaksanakannya (UU No 14 Tahun 2001 Tentang Paten). Hak Paten Adalah hak eksklusif yang diberikan negara bagi  pencipta di bidang teknologi. Yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri ciptaanya tersebut atau memberikan  persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksankannya,

b. 
Merek
Merek adalah tanda yang berupa gambar,nama, kata, hurup-hurup, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. (UU no 15 Tahun 
2001 Tentang Merek )

Merk dagang adalah hasil karya, atau sekumpulan huruf, angka, atau gambar sebagai daya pembeda yang digunakan oleh individu atau badan hukum dari keluaran pihak lain.

c. 
Hak Design Industri
Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan eksetis dan dapat diwujudkan dalampola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan. (Pasal 1 ayat 1 UU No 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri).

Hak desain industri, yakni perlindungan terhadap kreasi dua atau tiga dimensi yang memiliki nilai estetis untuk suatu rancangan dan spesifikasi suatu proses industry.

d. Hak Design Tata Letak Sirkuit Terpadu (intergrated circuit)
Hak desain tata letak sirkuit terpadu ( integrated circuit ), yakni  perlindungan hak atas rancangan tata letak di dalam sirkuit terpadu, yang merupakan komponen elektronik yang diminiaturisasi.


e. Rahasia DagangRahasia dagang, yang merupakan rahasia yang dimiliki oleh suatu  perusahaan atau individu dalam proses produksi.


f. Varietas Tanaman
Varietas tanaman adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotype yang dapat membedakan dari jenis yang sama atau spesies yang sama oleh sekurang- kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan. (Pasal 1 Ayat 3).


D. Dasar Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual Di Indonesia
  • UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
  • UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15)
  • UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
  • UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
  • UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
  • UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
  • UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
  • UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
  • UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
  • UU No. 7 Tahun 1994 Tentang Ratifikasi
  • Trade Related Aspects of Intellectuals Property Rights ( TRIPs )


MACAM-MACAM HAKI

A. Hak Cipta

Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan ijin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tujuan dibuatnya hak cipta adalah untuk memberikan perlindungan atas hak cipta dan untuk mendukung serta memberikan penghargaan atas buah kreativitas.

Hasil Ciptaan yang dilindungi Undang-undang hak cipta (UU hak cipta No. 19/2002) adalah karya cipta dalam tiga bidang, yaitu hak cipta ilmu pengetahuan, hak cipta seni dan hak cipta sastra yang mencakup :

  1. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan dan semua hasil karya tulis lain;
  2. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
  3. Alat peraga yg dibuat untuk kpentingan pendidikan & ilmu pengetahuan;
  4. Musik/ lagu dengan atau tanpa teks;
  5. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pentomim;
  6. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, kolas, seni patung dan seni terapan;
  7. Arsitektur;
  8. Peta;
  9. Seni batik;
  10. Fotografi;
  11. Sinematografi;
  12. Terjemahan, bunga rampai, tafsir, saduran, database dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.

Hak cipta berlaku selama pencipta masih hidup ditambah 25 tahun setelah dia meninggal dunia (pasal 26 ayat 1 UUHC). Sesuai dengan ketentuan bahwa hak cipta mempunyai fungsi social, maka berlakunya hak cipta ditentukan lebih pendek daripada yang telah ditentukan dalam undang-undang lama, dimaksudkan agar hak cipta tersebut tidak terlalu lama berada ditangan orang tertentu. Menurut U.U.C 1912, pasal 37, jangka waktu tersebut adalah 50 tahun.

Mengenai sifat-sifat hak cipta, sebagaimana diterangkan pada pasal-pasal dibawah ini:
1. Pasal 1
Hak cipta adalah hak tunggal daripada pencipta, atau hak dari pada yang mendapat hak tersebut, atas hasil ciptaannya dalam lapangan kesusasteraan, pengetahuan atau kesenian, untuk mengumumkan dan memperbanyak, dengan mengingat pembatasan - pembatasan yang ditentukan dalam undang-undang (K.U.H.Pt. 570).

2. Pasal 2
Hak cipta dianggap sebagai barang bergerak.
Hak itu pindah dengan warisan, dan dapat diserahkan seluruhnya atau sebagian. Penyerahan seluruhnya atau sebagian dari hak cipta hanya boleh dilakukan dengan akte otentik atau akte dibawah tangan. Penyerahan itu hanya mengenai wewenang- wewenang, sebagaimana yang disebutkan dalam akte penyerahan itu atau merupakan akibat mutlak yang timbul menurut sifat dan tujuan dari persetujuan yang diadakan (K.U.H.Pt. 511, 613, U.U.C, 51).

Karena hak cipta itu merupakan satu kesatuan dengan pemilikanya, yaitu pencipta, demikan juga hak cipta atas ciptaan-ciptaan yang belum diumumkan setelah pencipta meninggal dunia yang didapat oleh seseorang, yang memilikinya sebagai warisan atau sebagai wasiat dari pencipta, tidak dapat disita (pasal 4 UUHC).

Undang-Undang yang Mengatur Hak Cipta:

  1. UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
  2. UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15)
  3. UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)
  4. UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29)

B. Hak Paten

Hak paten adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

Paten diberikan dalam ruang lingkup bidang teknologi, yaitu ilmu pengetahuan yang diterapkan dalam proses industri. Di samping paten, dikenal pula paten sederhana (utility models) yang hampir sama dengan paten, tetapi memiliki syarat-syarat perlindungan yang lebih sederhana. Paten dan paten sederhana di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Paten (UUP).

Paten diberikan untuk jangka waktu selama 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak Tanggal Penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang (Pasal 8 ayat (1) UU 14/2001). Paten sederhana diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak Tanggal Penerimaan dan jangka waku itu tidak dapat diperpanjang (Pasal 9 UU 14/2001).

Beberapa pengertian istilah yang terkait dengan paten adalah sebagai berikut:

  1. Invensi adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi yang dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan atas suatu proses atau produk dimaksud.
  2. Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi.
  3. Pemegang Paten adalah inventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima hak tersebut dari pemilik paten atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut.
  4. Paten Sederhana adalah invensi yang memiliki nilai kegunaan lebih praktis daripada invensi sebelumnya dan bersifat kasat mata atau berwujud.
  5. Paten Biasa adalah invensi yang sifatnya katas mata atau tidak kasat mata baik produk, proses, atau metode, termasuk penggunaan, komposisi dan produk yang merupakan product by process.

Negara memberikan hak istimewa sebagai bentuk pengakuan dan penghargaan atas sebuah hasil pemikiran yang bermanfaat bagi orang banyak dan untuk memperbaiki kehidupan. Orang, kelompok, atau institusi yang memiliki hak paten atas hasil penemuanya (invensi) memiliki kekuasaan penuh atas apa yang telah dipatenkan tersebut. Pemegang paten dapat mengambil keuntungan ekonomi atas hak paten yang dimiliki. Orang atau pihak lain yang akan memanfaatkan untuk tujuan komersial harus mendapatkan izin dari pemegang paten secara tertulis. Hak-hak yang dimiliki oleh pemegang paten adalah:

  1. Pemegang paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan paten miliknya, dan melarang orang lain memanfaatkan tanpa persetujuan:
    a. Dalam hal paten produk: membuat, menjual, mengimport, menyewa, menyerahkan memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten;
    b. Dalam hal paten proses: menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a.
  2. Pemegang paten berhak memberikan lisensi kepada orang lain berdasarkan surat perjanjian lisensi;
  3. Pemegang paten berhak menggugat ganti rugi melalui pengadilan negeri setempat, kepada siapapun, yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 di atas;
  4. Pemegang paten berhak menuntut orang yang sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang paten dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana yang dimaksud dalam butir 1 di atas.

Undang-Undang yang Mengatur Hak Paten:

  1. UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1989 Nomor 39)
  2. UU Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 30)
  3. UU Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 109)

C. Hak Merek

Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. (Menurut UU No.15 Tahun 2001).

Merek dapat dibedakan dalam beberapa macam, antara lain:

  1. Merek Dagang: merek digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang/beberapa orang/badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenis.
  2. Merek Jasa: merek digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang/beberapa orang/badan hukun untuk membedakan dengan jasa sejenis.
  3. Merek Kolektif: merek digunakan pada barang/jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang/badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang/ jasa sejenisnya.

Sedangkan pengertian dari Hak Merek adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan ijin kepada pihak lain untuk menggunakannya.

Menurut Endang Purwaningsih, suatu merek digunakan oleh produsen atau pemilik merek untuk melindungi produknya, baik berupa jasa atau barang dagang lainnya, menurut beliau suatu merek memiliki fungsi sebagai berikut:

  1. Fungsi pembeda, yakni membedakan produk yang satu dengan produk perusahaan lain;
  2. Fungsi jaminan reputasi, yakni selain sebagai tanda asal usul produk, juga secara pribadi menghubungkan reputasi produk bermerek tersebut dengan produsennya, sekaligus memberikan jaminan kualitas akan produk tersebut;
  3. Fungsi promosi, yakni merek juga digunakan sebagai sarana memperkenalkan dan mempertahankan reputasi produk lama yang diperdagangkan, sekaligus untuk menguasai pasar;
  4. Fungsi rangsangan investasi dan pertumbuhan industri, yakni merek dapat menunjang pertumbuhan industri melalui penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri dalam menghadapi mekanisme pasar bebas.

Perlindungan hak merek diperoleh setelah dilakukan pendaftaran merek. Merek yang sudah didaftarkan disebut Merek Terdaftar, sering disimbolkan dengan tanda ® (registered) setelah merek atau tanda ™ (trademark) setelah merek.

Simbol ® merupakan kepanjangan dari Registered Merk artinya merek terdaftar. Merek- Merek yang menggunakan simbol tersebut mempunyai arti bahwa merek tersebut telah terdaftar dalam Daftar Umum Merek yang dibuktikan dengan terbitnya sertifikat merek.

Simbol TM merupakan kepanjangan dari Trade Mark artinya Merek Dagang. Simbol TM biasanya digunakan orang untuk mengindikasikan bahwa merek dagang tersebut masih dalam proses.Baik proses pengajuan di kantor merek ataupun proses perpanjangan karena jangka waktu perlindungan (10 tahun) yang hampir habis (expired). *Namun bagi negara-negara yang menganut sistem merek "first in use" seperti Amerika Serikat tanda ™ berarti merek tersebut telah digunakan dan dimiliki.

Sedangkan simbol © kepanjangan dari copyright artinya Hak Cipta, merupakan logo yang digunakan dalam lingkup cipta dengan kata lain karya tersebut orisinil. Pengunanaan simbol © dapat digunakan walaupun karya tersebut tidak dapat dibuktikan dengan sertifikat hak cipta, karena perlindungan hak cipta bersifat otomatis (automathic right), namun adanya sertifikat hak cipta dapat menjadi bukti formil dimata penegak hukum.

Komponen penting dalam hak cipta khususnya lukisan/ logo, yaitu:

  1. Pencipta (sebagai pemegang hak moral)
  2. Pemegang Hak Cipta
  3. Obyek Ciptaan
  4. Kapan dan dimana ciptaan itu dibuat/ diumumkan

Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama 10 (sepuluh) tahun. Perlindungan Merek terdaftar selama 10 (sepuluh) tahun tersebut berlaku surut sejak tanggal penerimaan permohonaan merek yang bersangkutan.

Permohonan perpanjangan pendaftaran merek dapat diajukan secara tertulis oleh pemilik merek atau kuasanya dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi merek terdaftar tersebut.

Undang-Undang yang Mengatur Hak Merek:

  1. UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 81)
  2. UU Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 31)
  3. UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 110)

D. Desain Industri

Design industry/rancangan industry adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi, garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan dari padanya yang berbentuk tiga dimensi yang mengandung nilai estetika dan dapat di wujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk barang atau komonditi industry dan kerajinan tangan. Dan Pendesain adalah seorang atau beberapa orang yang menghasilkan Desain Industri.

Menurut Undang-Undang Desain Industri No. 31 Tahun 2000 BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (1) yang menyatakan:“Desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, kerajinan tangan.“

Ketika desain industri yang dihasilkan oleh pengrajin, maka patutlah untuk diberikan perlindungan hukum. Perlindungan hukum diberikan agar desain industri yang dihasilkan pengrajin tidak ditiru atau dimanfaatkan oleh pihak lain yang tidak berhak. Untuk desain industri yang dapat dilindungi hendaknya desain industri tersebut memenuhi beberapa kriteria. Kriteria yang dimaksudkan meliputi pada:

  1. Pertama, desain industri tersebut baru. Artinya, tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya;
  2. Kedua, Tidak bertentangan dengan moralitas/kesusilaan;
  3. Ketiga, merupakan satu desain industri/beberapa desain industri yang merupakan satu kesatuan desain industri yang memiliki kelas yang sama dan;
  4. Keempat, desain industri yang didaftarkan tidak ditarik kembali permohonannya.

Apabila Pendesain/pengrajin mengajukan permohonan pendaftaran ia akan mendapatkan hak desain industri sekaligus sebagai pemegang hak desain industri. Hak desain industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada pendesain (pengrajin) atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.

Adapun Subjek dari hak desain industri yaitu :

  1. Yang berhak memperoleh Hak Desain Industri adalah Pendesain atau yang menerima hak tersebut dari Pendesain.
  2. Dalam hal Pendesain terdiri atas beberapa orang secara bersama, Hak Desain Industri diberikan kepada mereka secara bersama, kecuali jika diperjanjikan lain.
  3. Jika suatu Desain Industri dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya atau yang dibuat orang lain berdasarkan pesanan, pemegang Hak Desain Industri adalah pihak yang untuk dan/atau dalam dinasnya Desain Industri itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak Pendesain apabila penggunaan Desain Industri itu diperluas sampai ke luar hubungan dinas.
  4. Jika suatu Desain Industri dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, orang yang membuat Desain Industri itu dianggap sebagai Pendesain dan Pemegang Hak Desain Industri, kecuali jika diperjanjikan lain antara kedua pihak.

Jangka Waktu Perlindungan Desain Industri

  1. Perlindungan terhadap Hak Desain Industri diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak Tanggal Penerimaan.
  2. Tanggal mulai berlakunya jangka waktu perlindungan sebagaimana dimaksud dicatat dalam Daftar Umum Desain Industri dan diumumkan dalam Berita Resmi Desain Industri.

E. Rahasia Dagang

Pengertian Rahasia Dagang Seperti yang disebutkan dalam Pasal 1 Undang-Undang Rahasia Dagang (Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000), Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/ atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang. Dalam Pasal 2 Undang-Undang Rahasia Dagang dijelaskan lebih lanjut bahwa lingkup perlindungan Rahasia Dagang adalah metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui masyarakat umum.

Dengan adanya unsur kerahasiaan dalam suatu rahasia dagang, maka menyebabkan rahasia dagang tidak memiliki batas jangka waktu perlindungan, karena yang terpenting adalah selama pemilik rahasia dagang tetap melakukan upaya untuk menjaga kerahasiaan dari informasi, maka informasi tersebut masih tetap dalam perlindungan rahasia dagang.

Berdasarkan Undang-Undang Rahasia Dagang Pasal 5 ayat (1) juga disebutkan, bahwa pemilik rahasia dagang dapat mengalihkan haknya kepada pihak lain melalui cara-cara yang telah ditetapkan dalam undang-undang yakni melalui pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, dan sebab-sebab lainnya yang dibenarkan oleh undang-undang.

Hak atas Rahasia Dagang seperti hak atas kekayaan intelektual yang lain, merupakan benda bergerak tidak berwujud oleh karenanya dapat beralih atau dialihkan dengan :

  1. Pewarisan
  2. Hibah
  3. Wasiat
  4. Perjanjian Tertulis atau
  5. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan

Pengalihan Hak Rahasia Dagang wajib didaftarkan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang Hak Rahasia Dagang kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pembelian hak (izin) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu rahasia dagang yang diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu. Perjanjian pemberian lisensi/izin pada pihak lain untuk mempergunakan Rahasia Dagang atau mengungkapkan Rahasia Dagang itu untuk kepentingan yang bersifat komersial harus dibuat secara tertulis dan didaftarkan/dicatatkan pada Direktorat Jenderal HaKI. Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat merugikan perekonomian di Indonesia atau yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kebijakan utama rahasia dagang adalah:

  1. Mendorong temuan baru melalui perlindungan atas hasil temuan dari perolehan atau penggunaan secara tidak layak.
  2. Memperbaiki efisiensi secara ekonomis dengan cara mengurangi kebutuhan pengamanan yang berlebihan untuk memastikan kerahasiaan sesungguhnya.
  3. Meningkatkan tingkat etika dan moralitas komersial dengan cara menghalangi praktek-praktek bisnis yang tidak adil.
  4. Mempromosikan penggunaan secara efisien dan pertukaran informasi secara swakarsa di dalam organisasi-organisasi bisnis dan di antara organisasi bisnis dengan cara melindungi informasi dari kepemilikan yang tidak sah.

Di samping itu ada keuntungan bagi pemegang rahasia dagang di dalam haknya terhadap rahasia dagang yang dimiliki antara lain:

  1. Periode pelindungannya yang tidak terbatas, dalam arti selama informasi tersebut masih memenuhi syarat-syarat sebagai suatu informasi rahasia
  2. Tidak adanya pendaftaran sehingga biaya lebih murah dan sifat kerahasiaan terjaga serta memperkecil resiko terjadinya kebocoran akibat dari pendaftaran yang dilakukan (sebab akan terjadi kemungkinan terbukanya substansi dari kerahasiaan di dalam proses pendaftaran yang dilakukan), jadi karen



Sumber :

Selasa, 09 April 2019

Hukum Perikatan, Hukum Perjanjian, dan Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang

Hukum Perikatan


A. PENGERTIAN HUKUM & PERIKATAN

  • Pengertian HukumHukum adalah ketetapan , peraturan , ketentuan yang telah disepakati oleh masyarakat dan para penegak hukum , yang harus dilaksanakan dengan sebaik – baiknya. Hukum mengandung sanksi-sanksi tertentu untuk diterapkan pada para pelanggar hukum.
  • Pengertian Perikatan KUH Perdata tidak memberikan secara rinci tentang Pengertian atauDefinisi Perikatan, sehigga Perumusan mengenai Pengertian atau DefinisiPerikatan pada umumnya diberikan oleh para sarjana. Dengan demikianPengertian atau definisi Perikatan adalah merupakan doktrin atau ajaran atauhanya ada dalam lapangan Ilmu Pengetahuan, bukan merupakan ketentuan yang mengikat yang meliputi baik dari segi kreditur maupun dari segi debitur !subyek dalam perikatan"

B. ISTILAH HUKUM PERIKATAN

       Dalam Buku III BW yang berjudul "van Verbintenissen", dimana istilah ini juga merupakan istilah lain yang dikenal dalam Code Civil Perancis, istilah mana diambil dari hukum Romawi yang terkenal dengan istilah "obligation". Istilah Verbintenis dalam BW (KUH Perdata), ternyata diterjemahkan berbeda-beda dalam kepustakaan hukum Indonesia. Berkaitan dengan itu, Soetojo Prawirohamidjojo, didalam salah satu bukunya menegaskan bahwa :
         "Istilah Verbintenis, ada yang menterjemahkan dengan "perutangan", perjanjian maupun dengan "perikatan". Karena masing-masing para sarjana mempunyai sudut pandang yang berbeda dalam menterjemahkan dan mengartikannya, walaupun pengertian yang dimaksudkan perikatan tersebut dapat tidak terlalu jauh berbeda. Istilah perikatan dimaksud pada dasarnya berasal dari bahasa Belanda yakni "verbintenis", diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia berbeda-beda, sebagai bukti, di dalam KUH Perdata digunakan istilah "perikatan" untuk “verbintenis”. R. Subekti, mempergunakan istilah “verbintenis” untuk  perkataan "perikatan", demikian juga R. Setiawan, memakai istilah "perikatan" untuk “verbintenis”. Selanjutnya Utrecht, memakai istilah perutangan untuk “verbintenis”. Sebaliknya Soediman Kartohadiprodjo, mempergunakan istilah "hukum pengikatan" sebagai terjemahan dan “verbintenissenrecht". Sementara itu, R. Wirjono Prodjodikoro, memakai istilah “het verbintenissenrecht” diterjemahkan sebagai "hukum perjanjian" bukan hukum perikatan, demikian juga Sri Soedewi Masjchoen Sofyan, memakai istilah "hukum perutangan" untuk
“verb intenissenrecht”. (R. Soetojo , 1979; 10). 
         Dari uraian di atas, maka dapat dikatakan, bahwa untuk istilah “verbintenis” dikenal adanya tiga istilah untuk menterjemahkannya yakni; "perikatan, perutangan, dan perjanjian", akan tetapi dalam berbagai perkuliahan dilakultas Hukum yang ada di Indonesia, penggunaan terjemahan istilah "verbintenis” tersebut lebih cenderung menggunakan istilah perikatan untuk verbintenis tersebut, demikian juga halnya dalam tulisan ini digunakan istilah perikatan untuk menterjemahkan verbintenis dimaksud. Beranjak dari uraian di atas, jika dikaitkan dengan adanya ketidaksamaan pendapat tentang terjemahan istilah verbintenis tersebut, hal ini berpengaruh terhadap perumusan perikatan, karena didalam KUH Perdata sendiri tidak ditemui pengertian perikatan secara yuridisnya, oleh karena untuk merumuskan tentang perikatan dapat dipedomani beberapa pendapat para ahlinya.

C. HUKUM PERIKATAN

      Hukum Perikatan pada dasarnya merupakan hubungan hukum yang artinya hubungan yang di atur dan diakui oleh hukum, baik yang dapat dinilai dengan uang maupun tidak, yang di dalamnya terdapat paling sedikit adanya terdapat satu dan kewajiban, misalnya suatu perjanjian pada dasarnya menimbulkan atau melahirkan satu atau beberapa perikatan, keadaan ini tentu tergantung pada jenis perjanjian yang diadakan, demikian juga halnya suatu perikatan dapat saja dilahirkan karena adanya ketentuan undang-undang, dalam arti undang-udanglah yang menegaskan dimana dengan terjadinya suatu peristiwa atau perbuatan telah melahirkan perikatan atau hubungan hukum, misalnya dengan adanya perbuatan melanggar hukum.
       Hubungan hukum sebagaimana dimaksudkan, harus dibedakan dengan hubungan lainnya yang ada di dalam pergaulan masyarakat, seperti pergaulan yang berdasarkan etika dan kesopanan, kepatutan dan kesusilaan. Penyimpangan terhadap hubungan tersebut, tidak menimbulkan akibat hukum, misalnya : janji untuk bertemudengan pasangan, janji untuk pergi kuliah bersama dan lain-lain yang pada dasarnya berada diluar lingkungan hukum, dalam arti hal ini bukan merupakan perikatan atau hubungan hukum. Sebagai perbandingan, dapat dilihat dari tiga contoh kasus berikut :
  1. Amir menjual mobilnya kepada Yudi, maka dalam hal ini, menimbulkan perikatan antara kedua orang tersebut, yakni pihak Amir mempunyai kewajiban untuk menyerahkan mobil yang dijualnya karena hal itu juga merukan haknya Yudi, demikian juga sebaliknya, bahwa pihak Yudi juga mempunyai kewajiban untuk menyerahkan atau membayar harga pada Amir karena hal itu merupakan haknya Amir, demikian juga dari keadaan tersebut menimbulkan kewajiban bagi Yudi untuk membayar harga yang telah ditentukan.
  2. Toni menitipkan sepeda motornya pada Ali, maka dengan keadaan tersebut dapat dikatakan telah terjadinya perikatan antara kedua pihak tersebut, dimana Toni berhak atas sepeda motor yang dititipkan atau menerima kembali sepeda motor yang telah dititipkannya, demikian juga sebaliknya, Ali berkewajiban menyerahak sepeda motor yang telah dititipkan oleh Toni.
  3. Akhir secara tidak sengaja menabrak seorang pejalan kaki dengan kendaraannya, maka hal demikian juga telah melahirkan perikatan antara Akhir dengan Pejalan kaki tersebut, di mana akhir berkewajiban untuk mengobati dan sebaliknya si pejalan kaki mempunyai hak untuk menuntut agar Akhir mengobatinya.

      Melihat beberapa pengertian perikatan dan kasus di atas, maka dapat dikatakan bahwa pada dasarnya perikatan merupakan "suatu hubungan hukum antara dua pihak, di mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan tersebut". Dalam hal ini, dapat disebutkan, bahwa pihak yang menuntut disebut kreditur (pihak berpiutang) dan pihak yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi disebut debitur (pihak berutang). Keadaan tersebut juga dapat diartikan, bahwa adanya suatu hak dan kewajiban yang harus dilakukan kreditur dan debitur tergantung dan yang diperjanjikan, di mana hak dan kewajiban kreditur dimaksudkan harus diatur oleh undang-undang, yaitu sebagai suatu tindakan untuk melakukan tuntutan terhadap pihak yang lalai dalam melaksanakan suatu prestasi atau kewajibannya. Hal ini berarti, bahwa secara sederhana perikatan diartikan sebagai suatu hal yang mengikat antara orang yang satu dengan orang yang lain. Hal yang mengikat itu adalah peristiwa hukum yang dapat berupa perbuatan, misalnya : jual beli, hutang-piutang, dapat berupa kejadian, misalnya : kelahiran, kematian, dapat berupa keadaan,misalnya : perkarangan berdampingan, rumah bersusun. Jadi peristiwa hukum tersebut menciptakan hubungan hukum, dalam arti peristiwa hukum tersebut menciptakan hubungan hukum.
        Dalam hubungan hukum itu tiap pihak mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik. Pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain itu wajib memenuhi tuntutan itu, dan sebaliknya. Pihak yang berhak menuntut sesuatu disebut kreditur, sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan disebut debitur. Hal ini berarti, menurut Ridwan Syahrani, "bahwa terjadinya hubungan hukum antara dua pihak tersebut, di mana masing-masing pihak (kretidur) berhak atas prestasi dan pihak yang lain (debitur) berkewajiban memenuhi prestasi itu" (Ridwan Syahrani, 1992; 203). Prestasi sebagaimana di maksudkan dapat dikatakan sebagai objeknya perikatan, yaitu sesuatu yang dituntut oleh kreditur terhadap debitur, atau sesuat yang wajib dipenuhi oleh debitur terhadap kreditur. Prestasi adalah harta kekayaan yang diukur atau dinilai dengan uang. Yang berkewajiban membayar sejumlah uang berposisi sebagai debitur, sedangkan pihak yang berhak menerima sejumlah uang berposisi sebagai kreditur.
     Dalam hukum hutang-piutang, pihak yang berhutang disebut debitur, sedangkan pihak yang berhutang disebut kreditur. Dalam hubungan jual-beli, pihak  pembeli berposisi sebagai debitur, sedangkan penjual berposisi sebagai kreditur. Dalam perjanjian hibah, pemberi hibah disebut debitur, sedangkan penerima hibah disebut kreditur. Dalam perjanjian kerja, pihak yang melakukan pekerjaan disebut kreditur, sedangkan pihak yang berkewajiban membayar upah disebut debitur.
       Dari uraian yang telah dikemukakan, pada akhirnya perlu juga dipahami tentang rumusan hukum perikatan, maka dengan melihat beberapa pengertian dan kasus yang telah dikemukakan, dapat dikatakan bahwa hukum perikatan, pada dasarnya merupakan "kesemuanya kaidah hukum atau aturan hukum yang mengatur hak dan kewajiban seseorang yang bersumber pada tindakannya, baik dalam lingkungan hukum kekayaan yang dapat dinilai dengan uang maupun tidak dapat dinilai dengan uang".

D. DASAR HUKUM PERIKATAN

        Sumber-sumber Hukum Perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang. Dasar Hukum Perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut.

  1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian),
  2. Perikatan yang timbul dari undang-undang,
  3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum dan perwakilan sukarela.

          Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :

  1. Perikatan (Pasal 1233 KUH Perdata) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang–undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
  2. Persetujuan (Pasal 1313 KUH Perdata) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap orang lain atau lebih.
  3. Undang-Undang (Pasal 1352 KUH Perdata) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau timbul dari undang-undang sebagai akibat dari perbuatan orang.


E. ASAS – ASAS HUKUM PERIKATAN

          Di dalam hukum perikatan, dikenal dengan tiga asas penting yaitu :
1. Asas Konsensualisme
          Perkataan konsekualisme berasal dari perkataan latin consensus yang berarti sepakat. Arti asas konsensualisme pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan. Sedangkan asas konsensualisme sebagaimana yang telah disimpulkan dalam pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi : "Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
  • Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya,
  • Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
  • Suatu hal tertentu,
  • Suatu sebab yang halal".
          Dalam angka satu pasal tersebut, "sepakat mereka yang mengikatkan dirinya" mengandung makna bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan dua belah pihak.

2. Asas Pacta Sunt Servanda
          Ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Hal ini dapat disimpulkan dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi : "Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang". Dalam perkembangannya, asas Pacta Sunt Servanda diberi arti Pactum yang berarti sepakat tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya. Sedangkan Nudus Pactum sudah cukup dengan sepakat saja.

3. Asas Kebebasan Berkontrak 
      Dapat dianalisis dari ketentuan pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi : "Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka". Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan suatu kebebasan kepada para pihak untuk :
  • Membuat atau tidak membuat perjanjian.
  • Mengadakan perjanjian dengan siapapun
  • Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya.
  • Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
       Disamping ketiga asas itu, di dalam lokakarya hukum perikatan yang diselenggarakan oleh Badan Pembina Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dari tanggal 17-19 November 1985 telah berhasil dirumuskan delapan asas hukum perikatan nasional, yaitu :
  • Asas Kepercayaan,
  • Asas Persamaan Hukum,
  • Asas Keseimbangan,
  • Asas Kepastian Hukum,
  • Asas Moral,
  • Asas Kepatuhan,
  • Asas Kebiasaan, dan
  • Asas Perlindungan

F. PENGATURAN HUKUM PERIKATAN

          Hukum Perikatan yang dimaksudkan ialah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur tentang perikatan. Pengaturan tersebut meliputi bagian umum dan bagian khusus. Bagian umum membuat peraturan-peraturan yang berlaku bagi perikatan pada umumnya. Sedangkan bagian khusus memuat peraturan-peraturan mengenai perjanjian-perjanjian bernama yang banyak dipakai dalam masyarakat. Bagian umum meliputi bab : bab I, bab II, bab III (hanya pasal 1352 dan 1353), dan bab IV, yang berlaku bagi perikatan pada umumnya. Bagian khusus meliputi bab III (kecuali pasal 1352 dan pasal 1353), dan bab V s/d XVIII, yang berlaku bagi perjanjian-perjanjian tertentu saja, yang sudah ditentukan namanya dalam bab-bab yang bersangkutan. Pengaturan hukum perikatan dilakukan dengan "sistem terbuka", artinya setiap orang boleh mengadakan perikatan apa saja baik yang belum ditentukan namanya dalam undang-undang, tetapi keterbukaan ini dibatasi oleh tiga hal, yaitu tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan, dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum.
          Sesuai dengan pengunaan sistem terbuka, maka pasal 1233 KUH Perdata menentukan bahwa perikatan dapat timbul baik karena perjanjian maupun karena undang-undang. Dengan kata lain, sumber perikatan itu ialah perjanjian dan undang- undang. Dalam perikatan yang timbul karena perjanjian, kedua pihak debitur dan kreditur dengan sengaja bersepakat saling mengikatkan diri, dalam perikatan mana kedua pihak mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Pihak debitur wajib memenuhi prestasi dan pihak kreditur berhak atas prestasi.
          Dalam perikatan yang timbul karena undang-undang, hak dan kewajiban debitur dan kreditur ditetapkan oleh undang-undang. Pihak debitur dan kreditur wajib memenuhi ketentuan undang-undang. Undang-undang mewajibkan debitur berprestasi dan kreditur berhak atas prestasi. Kewajiban ini disebut kewajiban undang-undang. Jika kewajiban tidak dipenuhi, berarti pelanggaran undang-undang.
        Dalam pasal 1352 KUH Perdata, perikatan yang timbul karena undang-undang diperinci menjadi dua, yaitu perikatan yang timbul semata-mata karena ditentukan oleh undang-undang dan perikatan yang timbul karena perbuatan orang. Perikatanyang timbul karena perbutan orang dalam pasal 1353 KUH Perdata diperinci lagi menjadi perikatan yang timbul dari perbuatan menurut hukum (rechtmatig) dan perikatan yang timbul dari perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad).

G. MACAM – MACAM HUKUM PERIKATAN

1. Perikatan Bersyarat (voorwaardelijk)
          Adalah suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian dikemudian hari, yang belum tentu akan terjadi. Perikatan bersyarat ini dapat dilihat dalam bagian ke lima tentang perikatan-perikatan bersyarat, pasal 1253 yang berbunyi: "Suatu perikatan adalah bersyarat manakala ia digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan masih belum tentu terjadi, baik secara menangguhkan perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam itu, maupun secara membatalkan perikatan menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut".

2. Perikatan dengan Ketetapan Waktu (tijdsbepaling)
       Suatu waktu ketetapan tidak menangguhkan perikatan, melainkan hanya menangguhkan pelaksanaannya. Maksud syarat "ketetapan waktu" adalah pelaksanaan perikatan itu digantungkan pada "waktu yang ditetapkan". Waktu yang ditetapkan itu adalah peristiwa yang masih akan terjadi dan terjadinya itu sudah pasti, atau dapat berupa tanggal yang sudah ditetapkan.

3. Perikatan Manasuka (alternatief)
           Objek prestasi ada dua macam benda. Dikatakan manasuka karena debitur boleh memenuhi prestasi dengan memilih salah satu dari dua benda yang dijadikan objek perikatan. Tetapi debitur tidak boleh memaksa debitur untuk menerima sebagian benda yang satu dan sebagian benda yang lain. Jika debitur telah memenuhi salah satu dari dua benda yang disebutkan dalam perikatan, ia dibebaskan dan perikatan berakhir. Hak memilih prestasi ada pada debitur, jika hak ini tidak secara tegas pada kreditur (pasal 1272 dan 1273 KUH Perdata).

4. Perikatan Tanggung-Menanggung (hoofdelijk)
       Adalah perikatan dimana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berhutang berhadapan pada satu pihak yang menghutangkan atau sebaliknya. Beberapa orang sama-sama berhak menagih suatu piutang dari satu orang. Perikatan ini diatur dalam pasal 1278 sampai pasal 1296 KUH Perdata.

5. Perikatan yang Dapat Dibagi dan Tidak Dapat Dibagi
            Bergantung pada kemungkinan tidaknya membagi prestasi. Pada hakekatnya tergantung pula dari kehendak atau maksud kedua belah pihak yang membuat suatu perjanjian. Persoalan tentang dapat atau tidaknya dibagi suatu perikatan barulah tampil ke muka apabila salah satu pihak dalam perjanjian telah digantikan oleh orang lain.

6. Perikatan dengan Penetapan Hukuman
         Untuk mencegah jangan sampai si berhutang dengan mudahnya melupakan kewajibannya, dalam praktek banyak dipakai perjanjian dimana si berhutang dikenakan suatu hukuman, apabila ia tidak menepati kewajibannya. Hukuman ini biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah uang tertentu yang sebenarnya merupakan suatu pembayaran kerugian yang sejak semula sudah ditetapkan sendiri oleh para pihak yang membuat perjanjian itu.

H. HAPUSNYA PERIKATAN

       Pasal 1381 KUH Perdata menyebutkan sepuluh cara hapusnya suatu perikatan. Cara-cara tersebut adalah :
  1. Pembayaran,
  2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan,
  3. Pembaharuan utang,
  4. Perjumpaan utang atau kompensasi,
  5. Percampuran utang,
  6. Pembebasan utang,
  7. Musnahnya barang yang terutang;.
  8. Batal atau pembatalan0.
  9. Berlakunya suatu syarat batal, dan/3.
  10. Lewatnya waktu.
       Sepuluh cara tersebut di atas belumlah lengkap, karena masih ada cara-cara yang tidak disebutkan berakhirnya suatu ketetapan waktu dalam suatu perjanjian atau meninggalnya salah satu pihak dalam beberapa macam perjanjian, seperti meninggalnya seorang pesero dalam suatu perjanjian firma dari pada umumnya dalam perjanjian-perjanjian dimana prestasi hanya dapat dilaksanakan oleh debitur sendiri dan tidak boleh oleh orang lain.

Hukum Perjanjian

A. Pengertian Perjanjian

Menurut M. Yahya Harahap perjanjian atau verbintennis mengandung pengertian, sebagai berikut : "perjanjian adalah suatu hubungan hukum di bidang kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasinya".

Menurut R. Subekti yang dimaksud dengan perjanjian adalah sebagai berikut : "Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.

Menurut Wirjono Projodikoro, perjanjian adalah : "Sebagai suatu hubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksaan janji itu.

Menurut Tirtodiningrat menyatakan bahwa : "Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat diantara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang diperkenankan oleh undang-undang.

Perbedaan-perbedaan pendapat para sarjana mengenai definisi dari perjanjian memang berbeda-beda. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar sebab dalam mengemukakan definisi dari perjanjian itu, para pakar hukum tersebut memiliki sudut pandang yang saling berbeda satu sama lain. Namun dalam setiap definisi yang dikemukakan oleh para sarjana tersebut tetap mencantumkan secara tegas bahwa dalam perjanjian terdapat pihak-pihak yang menjadi subjek dan objek dari perjanjian tersebut yaitu adanya hubungan hukum yang terjadi diantara para pihak yang menyangkut pemenuhan prestasi dalam bidang kekayaan. Adapun yang menjadi dasar hukum dari perjanjian ini antara lain Buku III KUH Perdata tentang Perikatan.

B. Standar Kontrak


  • Adalah perjanjian yang isinya telah ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis berupa formulir-formulir yang digandakan dalam jumlah tidak terbatas, untuk ditawarkan kepada para konsumen tanpa memperhatikan perbedaan kondisi para konsumen (Johannes Gunawan)
  • Perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir (Mariam Badrulzaman)
  • Is one in which there is great disparity of bargaining power that the weaker party has no choice but to accept the terms imposed by the stronger party or forego the transaction.
  • Perjanjian baku adalah perjanjian yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi siapapun yang menutup perjanjian dengannya tanpa kecuali, dan disusun terlebih dahulu secara sepihak serta dibangun oleh syarat-syarat standar, ditawarkan pada pihak lain untuk disetujui dengan hampir tidak ada kebebasan bagi pihak yang diberi penawaran untuk melakukan negosiasi atas apa yang ditawarkan, sedangkan hal yang dibakukan, biasanya meliputi model, rumusan, dan ukuran.

          Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi dua yaitu umum dan khusus.

  1. Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
  2. Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan  berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.

          Jenis-jenis kontrak standar :

  • Ditinjau dari segi pihak mana yang menetapkan isi dan persyaratan kontrak sebelum mereka ditawarkan kepada konsumen secara massal, dapat dibedakan menjadi:


  1. Kontrak standar yang isinya ditetapkan oleh produsen/kreditur,
  2. Kontrak standar yang isinya merupakan kesepakatan dua atau lebih pihak
  3. Kontrak standar yang isinya ditetapkan oleh pihak ketiga. 


  • Ditinjau dari format atau bentuk suatu kontrak yang persyaratannya dibakukan, dapat dibedakan dua bentuk kontrak standar, yaitu:


  1. Kontrak standar menyatu,
  2. kontrak standar terpisah.



  • Ditinjau dari segi penandatanganan perjanjian dapat dibedakan, antara:


  1. Kontrak standar yang baru dianggap mengikat saat ditandatangani,
  2. Kontrak standar yang tidak perlu ditandatangani saat penutupan.

C. Macam-Macam Perjanjian


  • Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak.

          Perjanjian timbal balik (bilateral contract) adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Perjanjian timbal balik adalah pekerjaan yang paling umum terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Misalnya, perjanjian jual-beli, sewa-menyewa,  pemborongan bangunan, tukar-menukar. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya, misalnya perjanjian hibah, hadiah. Pihak yang satu berkewajiban menyerahkan benda yang menjadi objek perikatan, dan pihak lain berhak menerima benda yang diberikan itu.
          Yang menjadi kriteria perjanjian jenis ini adalah kewajiban berprestasi kedua belah pihak atau satu pihak. Prestasi biasanya berupa benda berwujud baik bergerak maupun tidak bergerak, atau benda tidak berwujud berupa hak, misalnya hak untuk menghuni rumah.
          Pembadaan ini mempunyai arti penting dalam praktek, terutama dalam soal pemutusan  perjanjian menurut pasal 1266 KUHPdt. Menurut pasal ini salah satu syarat adalah pemutusan  perjanjian itu apabila perjanjian itu bersifat timbal balik.

  • Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani.

          Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan pada satu pihak saja, misalnya perjanjian pinjam pakai, perjanjian hibah. Perjanjian dengan alas hak yang membenbani adalah perjanjian dalam nama terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. Kontra prestasi dapat berupa kewajiban pihak lain, tetapi juga pemenuhan suatu syarat  potestatif (imbalan). Misalnya A menyanggupi memberikan B sejumlah uang, jika B menyerah-lepaskan suatu barang tertentu kepada A. Pembedaan ini mempunyai arti penting dalam soal warisa berdasarkan undang-undang dan mengenai perbuatan-perbuatan yang merugikan para kreditur (perhatikan pasal 1341 KUHPdt).

  • Perjanjian bernama dan tidak bernama

          Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang dikelompokan sebagai perjanjian-perjanjian khusus, karena jumlahnya terbatas, misalnya jual-beli, sewa-menyewa, tukar-menukar, pertanggungan. Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya terbatas.

  • Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligator

          Perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst, delivery contract) adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian keberadaan ini sebagai  pelaksanaan perjanjian obligator. Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan  perikatan, artinya sejak perjanjian, timbullah hak dan kewajiban pihak-pihak. Pembeli berhak menuntut penyerahan barang, penjual berhak atas pembayaran harga. Pentinganya pembedaan ini adalah untuk mengetahui apakah perjanjian itu ada penyerahan (levering) sebagai realisasi perjanjian, dan penyerahan itu sah menurut hukum atau tidak.

  • Perjanjian konsensual dan perjanjian real

          Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karna adanya persetujuan kehendak antara pihak-pihak. Perjanjian real adalah perjanjian di samping ada persetujuan kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barangnya, misalnya jual beli barang bergerak,  perjanjian penitipan, pinjam pakai (pasal 1694, 1740, dan 1754 KUHPdt). Dalam hukum adat, perjanjian real justru yang lebih menonjol sesuai dengan sifat hukum adat bahwa setiap pembuatan hukum (perjanjian) yang objeknya benda tertentu, seketika terjadi  persetujuan kehendak serentak ketika itu juga terjdi peralihan hak. Hak ini disebut “kontan atau tunai”.

D. Syarat Sahnya Perjanjian

          Bagaimana syarat sah suatu perjanjian? Berdasarkan pasal 1320 Kitap Undang-Undang Hukum Perdata, terdapat 4 syarat suatu perjanjian dinyatakan sah secara hukum, yaitu:
  • Terdapat kesepakatan antara dua pihak. Materi kesepakatan ini dibuat dengan kesadaran tanpa adanya tekanan atau pesanan dari pihak mana pun, sehingga kedua belah pihak dapat menunaikan hak dan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan;
  • Kedua belah pihak mampu membuat sebuah perjanjian. Artinya, kedua belah pihak dalam keadaan stabil dan tidak dalam pengawasan pihak tertentu yang bisa membatalkan  perjanjian tersebut;
  • Terdapat suatu hal yang dijadikan perjanjian. Artinya, perjanjian tersebut merupakan objek yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan;
  • Hukum perjanjian dilakukan atas sebab yang  benar. Artinya, perjanjian yang disepakati merupakan niat baik dari kedua belah pihak dan bukan ditujukan kejahatan.
          Orang yang membuat suatu perjanjian harus “cakap” menurut hukum. Pada azasnya, setiap “orang yang sudah dewasa” atau “akilbalig” dan sehat pikirannya, adalah cakap menurut
hukum. Dalam pasal 1330 kitab Undang-undang Hukum Perdata disebutkan sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian : 
  • Orang-orang yang belum dewasa
  • Mereka yang ditaruh didalam pengampunan
  • Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa Undang-undang telah melarang membuat perjanjian tertentu. 
            Dari sudaut rasa keadilan, orang yang membuat suatu perjanjian nantinya akan “terikat”
oleh perjanjian itu dan mempunyai cukup kemampaun untuk menginsyafi benar-benar akan tanggung jawab yang dipikulnya dengan perbuatannya itu. Dedangkan dari sudut ketertiban hukum, oleh karena seorang yang membuat sesuatu perjanjian itu berarti mempertaruhkan kekayaanya, orang tersebut harus seseorang yang sungguh-sungguh berhak berbuat bebas dengan harta kekayaannya.
          Orang yang tidak sehat pikirannya tidak mampu menginsyafi tanggung jawab yang dipikul oleh seorang yang mengadakan suatu perjanjian. Orang yang ditaruh dibawah  pengampunan menurut hukum tidak dapat berbuat bebas dengan harta kekayaannya. Ia berada dibawah kekuasaan pengampunnya. Kedudukannya sama dengan seorang anak yang belum dewasa. Kalau seorang anak yang belum dewasa harus diwakili oleh orang tua atau walinya, maka seorang dewasa yang ditaruh dibawah pengampunan harus diwakili oleh pengampun atau kuratornya.
      Menurut kitab Undang-undang Hukum Perdata, seorang perempuan yang bersuami, untuk mengadakan suatu perjanjian, memerlukan bantuan atau izin(kuasa tertulis) dari suaminya (pasal 108 kitab Undang-undang Hukum Perdata).
          Untuk perjanjian-perjanjian mengenai soal-soal kecil yang dapat dimasukan dalam pengertian “keperluan rumah tangga” maka dianggaplah istri itu telah dikuasai oleh suaminya. Dengan demikian maka seorang stri dimasukkan dalam golongan orang-orang yang tidak cakap membuat suatu perjanjian. Perbedaannya dengan seorang anak yang belum dewasa adalah bahwa seorang anak harus diwakili oleh orang tua/wali, sedangkan seorang istri harus “dibantu” oleh sang suami. Kalau seorang dalam membuat suatu perjanjian “diwakili” oleh orang lain, maka ia tidak membuat perjanjian itu sendiri. Tetapi kalau seorang “dibantu”, ini berarti bahwa ia bertindak sendiri, hanya ia didampingi oleh orang lain yang membantunya itu. Bantuan tersebut dapat diganti dengan surat kuasa atau izin tertulis.
           Dan terdapat syarat perjanjian objektif dan subjektif. Dalam halnya suatu syarat objektif, maka kalau syarat itu tidak terpenuhi, perjanjian itu adalah “batal demi hukum”. Artinya : dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan  para pihak mengadakan perjanjian tersebut, yakni melahirkan suatu perkaitan hukum adalah gagal. Dengan demikian maka tiada dasar untuk saling menuntut dimuka hakim.
         Dalam hal syarat subjektif maka jika syarat itu tidak dipenuhi, perjanjian bukan batal demi hukum, tetap salah satu pihka mempunyai hak untuk meminta agar perjanjian itu digagalkan. Pihak yang meminta pemnbatalan itu adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberi kesepakatannya secara tidak bebas. Jadi, perjanjian yang dibuatnya itu mengikat juga, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang meminta pembatalan tadi.
       Dengan demikian nasib sesuatu perjanjian seperti itu tidaklah pasti dan tergantung pada kesediaan suatu pihak untuk menaatinya.

E. Pembatalan Perjanjian

          Pembatalan suatu perjanjian dapat dilakukan dalam hal salah satu pihak lalai dalam memenuhi kewajiban melaksanakan prestasinya sebagaimana yang ditentukan Pasal 1266 dan 1277 KUH Perdata. Selain itu, pembatalan perjanjian juga dapat dilakukan jika perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya dan kecakapan untuk membuat perjanjian.
          Pembatalan perjanjian karena akibat adanya cacat kehendak yang berupa paksaan, kekhilafan atau penipuan berakibat lahirnya hak untuk menuntut pemulihan keadaan seperti keadaan semua, yakni keadaan sebelum terjadinya perjanjian. Hal tersebut sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1452 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Pernyataan batal berdasarkan paksaan, kekhilafan atau penipuan, juga berakibat bahwa barang dan orang-orangnya dipulihkan dalam keadaan sewaktu sebelum perikatan dibuat”.
          Pihak yang tidak cakap atau cacat kehendaknya memiliki hak untuk menuntut ganti kerugian yang berupa biaya, rugi, dan bunga jika ada alasan untuk itu. Hal tersebut sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1453 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Dalam hal-hal yang diatur dalam Pasal 1446 dan 1449, orang terhadap siapa tuntutan untuk pernyataan batal itu dikabulkan, selain itu diwajibkan pula mengganti biaya, kerugian dan bunga, jika ada alasan untuk itu”.

Pembatalan - Pembatalan Perjanjian
a.  Syarat pembatalan
          Pembatalan dalam pembuatan suatu perjanjian dapat diminta oleh salah satu pihak yang dirugikan. Pada dasarnya, suatu perjanjian dapat diminta pembatalan apabila :
  1. Perjanjian itu dibuat oleh mereka yang tidak cakap hukum seperti : belum dewasa, ditaruh dibawah pengampunan dan wanita yang bersuami (pasal 1330 WB)
  2. Perjanjian itu bertentangan dengan undang-undang ketertiban umum dan kesusilaan.
  3. Perjanjian itu dibuat karena kekhilafan, paksaan atau penipuan (pasal 1321 WB)
          Dalam pasal 1266 WB dapat disimpulkan, bahwa ada tiga (3) hal yang harus diperhatikan sebagai syarat pembatalan suatu perjanjian, yaitu :
  • Perjanjian harus bersifat timbal balik
  • Pembatalan harus dilakukan di muka hakim
  • Harus ada wanprestasi
          Menurut Prof. subekti, perjanjian dapat diminta pembatalannya kepada hakim dengan dua cara, yaitu :
  1. Dengan cara aktif : menuntuk pembatalan perjanjian di depan hakim.
  2. Dengan cara pembelaan : menunggu sampai di gugat di depan hakim untuk memenuhi perjanjian, dan baru mengajukan alasan mengenai kekurangan dalam perjanjian itu.
          Dengan demikian, yang membatalkan perjanjian itu adalah melalui putusan hakim, menurut pasal 1454 WB, permintaan pembatalan perjanjian dibatasi sampai batas waktu tertentu (5 tahun)

b. Actio Pauliana 
          Actio Pauliana adalah suatu upaya hukum untuk menuntut pembatalan perbuatan-perbuatan hukum debitor yang merugikan kreditornya, misalnya hibah yang sengaja dilakukan debitor sebelum dirinya dinyatakan pailit yang mengurangi/membuat mustahil pemenuhan pembayaran utang-utangnya.
          Menurut pasal 1341 WB, seorang kreditur diberikan hak untuk mengajukan pembatalan terhadap segala perbuatan debitur yang merugikan kreditur. Hak ini disebut dengan hak Actio Paulina. Dengan demikian menurut pasal 1341 ayat (1) WB “Meskipun demikian, tiap kreditur boleh mengajukan tidak berlakunya segala tindakan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh debitur, dengan nama apa pun juga, yang merugikan kreditur, asal dibuktikan, bahwa ketika tindakan tersebut dilakukan, debitur dan orang yang dengannya atau untuknya debitur itu bertindak, mengetahui bahwa tindakan itu mengakibatkan kerugian bagi para kreditur. Hak-hak yang diperoleh pihak ketiga dengan itikad baik atas barang-barang yang menjadi obyek dari tindakan yang tidak sah, harus dihormati. Untuk mengajukan batalnya tindakan yang dengan cuma-cuma dilakukan debitur, cukuplah kreditur menunjukkan bahwa pada waktu melakukan tindakan itu debitur mengetahui, bahwa dengan cara demikian dia merugikan para kreditur, tak peduli apakah orang yang diuntungkan juga mengetahui hal itu atau tidak. (KUHPerd. 192, 920, 977, 1061, 1067, 1166, 1185, 1454, 1922, 1952, Credverb. 5, F. 30, 41 dst.)”.
         Untuk meminta pembatalan atau mengajukan pembatalan suatu perjanjian diperlukan syarat-syarat :
  1. Yang meminta pembatalan adalah kreditur dari salah satu pihak
  2. Perjanjian itu merugikan baginya
  3. Perbuatan atau perjanjian itu tidak diwajibkan
  4. Debitur dan pihak lawan, kedua-duanya mengetahui bahwa perbuatan itu merugikan kreditur
c. Pembatalan perjanjian karena kekhilafan (dwaling)
          Jika kehendak seseorang pada waktu membuat perjajian dipengaruhi oleh kesan/pandangan yang palsu, maka dalam hal ini terdapat kekhilafan. Contoh : seseorang membeli lukisan yang disangkanya lukisan Abdullah, akan tetapi ternyata bukan.
          Pembatalan perjanjian berdasarkan kekhilafan (dwaling) hanya mungkin dalam 2 hal, yaitu :
  1. Apabila kekhilafan terjadi mengenai hakekat barang yang menjadi pokok perjanjian. Misalnya, membeli barang yang disangkanya antik, tapi ternyata bukan.
  2. Apabila kekhilafan mengenai diri pihak lawannya dalam perjanjian yang dibuat terutama mengingat dirinya orang tersebut. Misalnya, mengadakan perjanjian dengan seseorang yang dikiranya penyanyi terkenal, tetapi bukan.
          Sehubungan dengan syarat, bahwa kekhilafan itu harus mengenai hakekat dari barangnya, maka perlu dijelaskan apakah yang dimaksud dengan perkataan tersebut. Hakekat barang adalah sifat-sifat/ciri-ciri dari batangnya yang bagi para pihak merupakan alasan dibuatnya perjanjian yang menyangkut barang tersebut. Sedangkan menurut Hoge Raad, hakekat barang adalah keadaan dari barangnya yang menjadi dasar dibuatnya perikatan oleh para pihak.
          Untuk menggugat berdasarkan kekhilafat (dwaling) harus memenuhi dua syarat, yaitu :
  1. Pihak lawan mengetahui atau seharusnya mengetahui, bahwa ia justru melakukan perbuatan itu berdasarkan ciri-ciri dan keadaan yang keliru tersebut.
  2. Dengan memperhatikan semua keadaan, pihak yang melakukan kekhilafan tersebut selayaknya dapat dan boleh membuat kekeliruan itu.

d. Pembatalan perjanjian karena paksaan (dwang)
         Yang dimaksud dengan unsur paksaan dalam kontrak adalah suatu perbuatan yang menakutkan seseorang yang berpikiran sehat, dimana terhadap orang yang terkena paksaan tadi timbul rasa takut baik terhadap dirinya sendiri maupun harta bendanya dari suatu kerugian yang terang dan nyata (Pasal 1324 KUH Perdata). Menurut KUH Perdata, agar suatu paksan dapat menjadi alasan pembatalan kontrak, maka unsur paksaan tersebut harus memenuhi syarat :
1. Paksaaan dilakukan terhadap :
  • Orang yang membuat kontrak ;
  • Suami atau isteri pihak yang membuat kontrak
  • Sanak keluarga dalam garis ke atas atau ke bawah

2. Paksaan tersebut dilakukan oleh : 
  • salah satu pihak dalam kontrak ;
  • pihak ketiga untuk kepentingan siapa kontrak itu dibuat
3. Paksaan tersebut menakutkan seseorang
4. Orang yang takut tersebut harus berpikiran sehat
5. Ketakutan tersebut berupa ketakutan terhadap diri orang tersebut dan ketakutan terhadap harta bendanya terhadap kerugian yang nyata dan terang.
6. Ketakutan bukan karena hormat dan patuh kepada orang tua atau sanak keluarga tanpa paksaan.

          Dikatakan adanya paksaan, apabila seseorang melakukan perbuatan karena takut dengan ancaman, sehingga dengan demikian, orang tersebut terpaksa menyetujui perjanjian itu (Pasal 1324 WB “Paksaan terjadi, bila tindakan itu sedemikian rupa sehingga memberi kesan dan dapat menimbulkan ketakutan pada orang yang berakal sehat, bahwa dirinya, orang-orangnya, atau kekayaannya, terancam rugi besar dalam waktu dekat. Dalam mempertimbangkan hal tersebut, harus diperhatikan usia, jenis kelamin dan kedudukan orang yang bersangkutan.”). Jadi disini, yang dimaksudkan dengan paksaan adalah paksaan rohani atau paksaan jiwa, dan bukan paksaan badan (fisik). Dengan demikian, ancaman ini harus dengan sesuatu perbuatan yang terlarang dan diaanggap mungkin, bahwa paksaan itu dilakukan oleh pihak ketiga (pasal 1323 WB “Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang mengadakan suatu perjanjian mengakibatkan batalnya perjanjian yang bersangkutan, juga bila paksaan itu dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan dalam perjanjian yang dibuat itu. (KUHPerd. 893, 1053, 1065, 1325.)”). Apabila yang diancamkan adalah sesuatu tindakan yang memang diizinkan oleh undang-undang, maka tidak dapat dikatan suatu paksaan. Jadi, siapa yang mengancam debitur dengan upaya-upaya hukum yang diperkenankan, maka ia bertindak menurut hukum.

e. Pembatalan perjanjian karena penipuan (bedrog)
          Penipuan adalah suatu rangkaian kebohongan dimana pihak yang satu dengan tipu muslihat berusaha menjerumuskan pihak lawan untuk suatu kata sepakat. Menurut Pasal 1328 WB, penipuan merupakan suatu alasan untuk pembatalan suatu perjanjian, apabila dengan salah satu pihak sengaja melakukan tipu muslihat, dengan memberikan keterangan palsu dan tidak benar untuk membujuk pihak lawannya supaya memberikan persetujuan. Penipuan tidak dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan.
          Yang dimaksud dengan penipuan adalah suatu tipu muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak sehingga menyebabkan pihak lain dalam kontrak tersebut menandatangani kontrak yang bersangkutan, dan jika seandainya tidak ada unsure penipuan ini (dalam keadaan normal) maka pihak tadi tidak akan bersedia menandatangani kontrak (Pasal 1328 KUH Perdata).
          Beberapa syarat harus dipenuhi agar suatu penipuan dalam kontrak dapat dijadikan alasan pembatalan kontrak :
1. Penipuan harus mengenai fakta substansial ;
          Penipuan yang dilakukan harus mengenai fakta substansial. Jadi, misalnyabila seseorang penjual mobil second hand mengatakan bahwa mobil yang dijualnya dalam keadaan baik, tapi ternyata setelah dibeli oleh seorang pembeli, mobil tersebut ternyata tidak seperti yang ia harapkan. Alasan ini tidak cukup menjadi alasan pembatalan karena keadaan baik yang disebut penjual sangat relatif sifatnya dan hal ini bukan merupakan fakta substansial, tapi lebih mengarah pada sebuah pendapat. Berbeda halnya jika seorang penjual mengatakan menjual suatu barang yang berasal dari luar negeri dengan menunjukkan surat-surat yang dipalsukan.
          Sebenarnya barang tersebut adalah barang dalam negeri. Alasan ini dapat dijadikan sebagai alasan membatalkan kontrak, unsur penipuan yang dilakukan oleh penjual dalam hal ini menyangkut masalah fakta substansial.
2. Pihak yang menandatangani kontrak berpegang pada fakta substansial yang ditipu tersebut.
3. Penipuan juga termasuk nondisclosure
          Penipuan yang sifatnya nondisclosure ini sifatnya merahasiakan suatu fakta atau informasi substansial. Misalnya bila seorang penjual mengetahui bahwa pembeli mencari barang baru, tetapi dia diam saja ketika ia memberikan barang separuh pakai pada pembeli tersebut.
4. Penipuan juga termasuk kebenaran sebagian (half truth);
          Penipuan jenis ini adalah dengan cara tidak memberirahukan sebagian informasi substansial sedangkan sebagian lagi diberitahukan, sehingga pemberian informasi seperti ini bisa menyesatkan (misleading)
5. Penipuan dengan perbuatan
          Misalnya seorang menjual mobil bekas Taxi, sebelum mobil tersebut dijual, penjual tadi merubah surat-surat Taxi tersebut sehingga kelihatan tidak seperti mobil Taxi. Jika dalam keadaan normal pembeli mengetahui fakta bahwa mobil ini adalah bekas Taxi, maka dia tidak akan membeli mobil tersebut.

F. Prestasi dan Wanprestasi

          Pengertian prestasi (performance) dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan “term” dan “condition” sebagaimana disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.
          Model-model dari prestasi (Pasal 1234 KUH Perdata), yaitu berupa :
  • Memberikan sesuatu;
  • Berbuat sesuatu;
  • Tidak berbuat sesuatu.
     Pengertian wanprestasi (breach of contract) adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.
       Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut.
           Tindakan wanprestasi ini dapat terjadi karena *:

  • Kesengajaan;
  • Kelalaian;
  • Tanpa kesalahan (tanpa kesengajaan atau kelalaian)

* Kecuali tidak dilaksanakan kontrak tersebut karena alasan-alasan force majeure, yang umumnya memang membebaskan pihak yang tidak memenuhi prestasi (untuk sementara atau selama-lamanya).

Hukum Dagang

A. Hubungan antara Hukum Dagang dengan Hukum Perdata

           Hukum dagang adalah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dan lainnya dalam bidang perniagaan. Hukum dagang adalah hukum perdata khusus, KUH Perdata merupakan lex generalis (hukum umum), sedangkan KUHD merupakan lex specialis (hukum khusus). Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku adagium lex specialis derogate lex generalis (hukum khusus mengesampingkan hukum umum). Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPerdata, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUH Perdata.
            KUHD lahir bersama KUH Perdata yaitu tahun 1847 di Negara Belanda, berdasarkan asas konkordansi juga diberlakukan di Hindia Belanda. Setelah Indonesia merdeka berdasarkan ketentuan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 kedua kitab tersebut berlaku di Indonesia. KUHD terdiri atas 2 buku, buku I berjudul perdagangan pada umumnya, buku II berjudul Hak dan Kewajiban yang timbul karena perhubungan kapal. 
            Hukum Dagang di Indonesia bersumber pada : 
1. Hukum tertulis yang dikodifikasi yaitu : 
  • KUHD  
  • KUH Perdata 
2. Hukum tertulis yang tidak dikodifikasi, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan, misal UU Hak Cipta.

          Materi-materi hukum dagang dalam beberapa bagian telah diatur dalam KUH Perdata yaitu tentang Perikatan, seperti jual-beli,sewa-menyewa, pinjam-meminjam. Secara khusus materi hukum dagang yang belum atau tidak diatur dalam KUHD dan KUH Perdata, ternyata dapat ditemukan dalam berbagai peraturan khusus yang belum dikodifikasi seperti tentang koperasi, perusahaan negara, hak cipta dll.
          Hubungan antara KUHD dengan KUH perdata adalah sangat erat, hal ini dapat dimengerti karena memang semula kedua hukum tersebut terdapat dalam satu kodifikasi. Pemisahan keduanya hanyalah karena perkembangan hukum dagang itu sendiri dalam mengatur  pergaulan internasional dalam hal perniagaan.
          Hukum Dagang merupakan bagian dari Hukum Perdata, atau dengan kata lain Hukum Dagang merupakan perluasan dari Hukum Perdata. Untuk itu berlangsung asas Lex Specialis dan Lex Generalis, yang artinya ketentuan atau hukum khusus dapat mengesampingkan ketentuan atau hukum umum. KUHPerdata (KUHS) dapat juga dipergunakan dalam hal yang diatur dalam KUHDagang sepanjang KUHD tidak mengaturnya secara khusus.

B. Hubungan antara Pengusaha dan Pembantu-Pembantunya

         Pengusaha (pemilik perusahaan) yang mengajak pihak lain untuk menjalankan usahanya secara bersama-sama,atau perusahaan yang dijalankan dan dimiliki lebih dari satu orang, dalam istilah bisnis disebut sebagai bentuk kerjasama. Bagi perusahaan yang sudah besar, Memasarkan produknya biasanya dibantu oleh pihak lain, yang disebut sebagai pembantu pengusaha. Secara umum pembantu pengusaha dapat digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu:
  1. Pembantu-pembantu pengusaha di dalam perusahaan, misalnya pelayan toko, pekerja keliling, pengurus fillial, pemegang prokurasi dan pimpinan perusahaan.
  2. Pembantu pengusaha diluar perusahaan, misalnya agen perusahaan, pengacara, noratis, makelar, komisioner.

C. Kewajiban-Kewajiban sebagai Pengusaha

  1. Memberikan ijin kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya
  2. Dilarang memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu, kecuali ada ijin penyimpangan
  3. Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah laki/laki dan perempuan
  4. Bagi perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat peraturan perusahaan
  5. Wajib membayar upah pekerja pada saat istirahat / libur pada hari libur resmi
  6. Wajib memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih
  7. Wajib mengikut sertakan dalam program Jamsostek

Badan Usaha

A. Pengertian Badan Usaha

          Pengertian badan usaha adalah kesatuan yuridis/hukum dan ekonomis yang memiliki tujuan untuk mencari laba atau keuntungan. Ada banyak contoh dan jenis-jenis badan usaha yang ada di Indonesia, bisa berupa koperasi, badan usaha milik negara (BUMN) dan juga badan usaha milik swasta (BUMS).
          Badan usaha berbeda dengan perusahaan. Perbedaan badan usaha dan perusahaan adalah pada badan usaha bersifat sebagai lembaga, sementara perusahaan adalah tempat di mana badan usaha itu mengelola faktor-faktor produksi dalam kegiatan usaha.

B. Bentuk-Bentuk Badan Usaha

1. Perusahaan Perseorangan
          Dari namanya kita tahu bahwa perusahaan perseorangan merupakan jenis kegiatan usaha, modal dan manajemenya ditangani oleh satu orang.
          Orang yang punya usaha tersebut biasanya menjadi manajer atau direktur sendiri, jadi tanggung jawabnya tidak terbatas. Namun jika untung, tentu untuk sendiri dong.
Ciri-cirinya :
  • Dimiliki oleh perorangan.
  • Pengelolaan terbatas atau sederhana.
  • Modal tidak terlalu besar.
  • Kelangsungan hidup usaha bergantung pada pemilik perusahaan.
Kelebihan :
  • Dapat mudah dimulai.
  • Biaya tergolong rendah.
  • Bebas dalam mengelola perusahaan.
Kekurangan :
  • Karena perorangan dan biaya terbilang sedikit, jadi kemampuan perusahaan terbatas.
  • Tenaga kerja dan manajemen terbatas.
  • Kebutuhan modal yang dapat dipenuhi oleh pemilik juga kecil.
2. Koperasi
          Koperasi adalah jenis badan usaha yang beranggotakan orang – orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berlandaskan asas kekeluargaan.
          Menurut ILO ( International Labour Organization ), koperasi memiliki 6 elemen atau ciri – ciri yang harus dimiliki :
  • Koperasi adalah perkumpulan orang – orang.
  • Penggabungan orang – orang berdasarkan kesukarelaan.
  • Terdapat tujuan ekonomi yang ingin dicapai.
  • Terdapat kontribusi yang adil terhadap modal yang dibutuhkan.
  • Anggota koperasi menerima manfaat dan resikonya secara seimbang.
Kelebihan :
  • Sisa hasil Usaha yang dihasilkan oleh koperasi akan dibagi kepada anggota.
  • Anggota koperasi berperan jadi konsumen dan produsen sekaligus.
  • Seseorang yang akan menjadi anggota koperasi atau yang ingin atau yang sudah menjadi anggota, bukan karena terpaksa, melainkan keinginanya sendiri untuk memperbaiki hidupnya.
  • Mengutamakan kepentingan Anggota.
Kekurangan :
  • Modal terbatas.
  • Daya saing lemah.
  • Tidak semua anggota memiliki kesadaran berkoperasi.
  • Sumber daya manusia terkadang kurang.
3. BUMN ( Badan Usaha Milik Negara )
          BUMN merupakan jenis badan usaha dimana seluruh atau sebagian modal dimiliki oleh Pemerintah. Status pegawai yang bekerja di BUMN adalah karyawan BUMN, bukan pegawai negeri. Saat ini sih sudah ada 3 bentuk badan usaha BUMN, yaitu :
a. Perjan
          Perjan merupakan salah satu bentuk badan usah yang seluruh modalnya dimiliki oleh Pemerintah. Kemudian perjan fokus melayani masyarakat. Namun karena selalu fokus pada masyarakat dan tanpa adanya pemasukan untuk menanggulangi hal tersebut, maka sudah tidak terapkan lagi. Contoh Perjan : PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api), sekaran menjadi PT. KAI.
 
b. Perum
          Perum ibarat perubahan dari Perjan. Sama seperti perjan, namun perum berorientasi pada profit atau mencari keuntungan. Perum dikelola oleh negara dan karyawan berstatus sebagai Pegawai Negeri. Walaupun sudah berusaha mencari keuntungan namun tetap saja merugi, sehingga Negara menjualnya ke publik dan pada akhirnya berganti nama menjadi Perseo.

c. Persero
           Persero merupakan salah satu bentuk badan usaha yang dikelola oleh Negara. Tidak seperti Perjan dan Perum. Selain mencari keuntungan, Persero juga mendedikasikan untuk pelayanan masyarakat.
Ciri-ciri Persero :
  • Tujuan utamanya mencari laba (Komersial)
  • Modal sebagian atau seluruhnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan yang berupa saham-saham
  • Dipimpin oleh direksi
  • Pegawainya berstatus sebagai pegawai swasta
  • Badan usahanya ditulis PT (nama perusahaan) (Persero)
  • Tidak memperoleh fasilitas negara
          Contoh Persero : PT. Kereta Api Indonesia, PT. Perusahaan Listrik Negara, PT. Pos Indonesia dan masih banyak lagi.

4. BUMS ( Badan Usaha Milik Swasta )
          Badan Usaha Milik Swasta atau BUMS adalah jenis badan usaha yang didirikan dan dimodali oleh seseorang atau sekelompok orang. Berdasarkan UUD 1945 pasal 33, bidang- bidang usaha yang diberikan kepada pihak swasta adalah mengelola sumber daya ekonomi yang bersifat tidak vital dan strategis atau yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak. Berdasarkan badan hukumnya, BUMS dibedakan menjadi :
a. Firma (Fa)
          Firma merupakan badan usaha yang didirikan oleh 2 orang atau lebih dimana tiap anggota bertanggung jawab penuh atas perusahaan. Modal firman berasal dari anggota pendiri. Untuk laba atau keuntungan dibagikan kepada anggota dengan perbandingan sesuai akta sewaktu pendiriannya.
Ciri-ciri Firma :

  • Para sekutu aktif dalam mengelola perusahaan
  • Tanggung jawab tak terbatas atas segala resiko yang terjadi
  • Akan berakhir jika salah satu anggota mengundurkan diri atau meninggal dunia.

Kelebihan :

  • Mudah, tak perlu banyak persyaratan namun perlu kesepakatan para pihak yang akan mendirikan firma.
  • Tidak terlalu memerlukan akta formal karena menggunakan akta dibawah tanda tangan
  • Modal lebih cepat cair
  • Lebih mudah berkembang

Kekurangan :

  • Punya tanggung jawab yang tak terbatas apabila ada resiko
  • Bisa mengancam kelangsungan hidup perusahaan bila salah satu pendiri meninggal dunia atau mengundurkan diri
  • Sulit dalam peralihan pimpinan dan sering terjadi konflik internal
  • Kesulitan menghimpun dana besar serta mengikuti tender dalam jumlah tertentu

b. CV (commanditaire vennootschap) atau Persekutuan Komanditer
          Perusahaan Komanditier atau yang biasa disingkat menjadi CV meruapakan perusahaan persekutuan yang didirikan berbadasarkan saling percaya (ciee). Jadi tuh CV merupakan salah satu bentuk usaha yang dipilih para pengusaha yang ingin punya kegiatan usaha namun modal minim.
          Dalam CV, terdapat beberapa sekutu yang secara penuh bertanggung jawab atas sekutu lainnya, kemudian ada salah satu yang menjadi pemberi modal. Dan tanggung jawab sekutu komanditer hanya terbatas pada sejumlah modal yang diberikan. Sehingga ada 2 jenis sekutu :

  1. Sekutu aktif adalah anggota yang memimpin/ menjalankan perusahaan dan bertanggung jawab penuh atas utang- utang perusahaan.
  2. Sekutu pasif / sekutu komanditer adalah anggota yang hanya menanamkan modalnya kepada sekutu aktif dan tidak ikut campur dalam urusan operasional perusahaan. Sekutu pasif bertanggung jawab atas risiko yang terjadi sampai batas modal yang ditanam.

Ciri–ciri CV :

  • Didirikan minimal 2 orang, dimana satu orang bertindak sebagai Persero aktif, dan satunya lagi sebagai persero pasif
  • Seorang persero aktif akan bertindak mengurus perseroan. Sehingga ia akan bertanggung jawab penuh atas segala resiko.
  • Persero pasif hanya bertindak sebagai sleeping partner. Dimana dia hanya bertanggung jawab sebesar modal yang ia setorkan ke dalam perseroan.

Kelebihan :

  • Bentuk CV sudah dikenal masyarakat, sehingga memudahkan perusahaan ikut dalam berbagai kegiatan.
  • CV mudah memperloleh modal karena pihak perbankan mempercayainya.
  • Lebih mudah berkembang karena dipegan orang yang ahli dan dipercaya.
  • CV lebih fleksibel
  • Pembagian keuntungan diberikan pada sekutur Komanditer dan tak kena pajak penghasilan

Kekurangan :

  • Untuk mendirikan CV lebih ribet, karena melalui akta notaris dan didaftarkan ke Departmen Kehakiman.
  • Status hukum badan usaha CV jarang dipilih oleh pemilik modal atau beberapa proyek besar

c. PT ( Perseroan Terbatas )
          Merupakan badan hukum perusahaan yang banyak diminati pengusaha. Kenapa? Karena badan hukum ini punya kelebihan  dibanding lainnya. Apa aja? seperti luasnya badan usaha yang bisa dimiliki, bebas dalam pergerakan bidang usaha dan tanggung jawab yang dimiliki terbatas hanya pada modal yang disetorkan.
Ciri – ciri PT :

  • Kewajiban terhadap pihak luar hanya terbatas pada modal yang disetorkan.
  • Mudah dalam peralihan kemepimpinan.
  • Usia PT tidak terbatas.
  • Mampu untuk menghimpun dana dalam jumlah yang besar.
  • Bebas untuk melakukan berbagai aktivitas bisnis.
  • Mudah mencari karyawan
  • Dapat dipimpin oleh orang yang tidak memiliki saham.
  • Pajaknya berganda antara Pajak Penghasilan dan Pajak Deviden

Kelebihan PT :

  • Mudah dalam peralihan kepemimpinan.
  • Mudah memperoleh tambahan modal.
  • Kelangsungan perusahaan sebagai badan hukum lebih terjamin.
  • Lebih efisien dalam manajemen pengolahan sumber-sumber modal.

Kekurangan PT :

  • Pajaknya berganda antara Pajak Penghasilan dan Pajak Deviden.
  • Pendiriannya memerlukan akta notaris dan ijin khusus usaha tertentu.
  • Biaya pembentukan PT relatif tinggi.
  • Terlalu terbuka dalam pelaporan kepada pemegang saham.

d. Yayasan
          Yayasan merupakan salah satu bentuk – bentuk badan usaha, namun yayasan tidak mencari untung. Jadi lebih ke kepentingan sosial dan berbadan hukum.
Ciri – ciri Yayasan :

  • Yayasan dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • Yayasan dibentuk dengan memisahkan kekayaan pribadi pendiri untuk tujuan nirlaba, religi, sosial dan kemanusiaan.
  • Didirikan dengan akta notaris.
  • Tidak memilik anggota dan tidak dimiliki siapapun, namun memiliki pengurus atau organ untuk merealisasikan tujuan Yayasan.
  • Yayasan dapat dibubarkan oleh pengadilan dalam kondisi pertentangan tujuan yayasan dengan hukum, likuidasi dan pailit.

Kelebihan Yayasan :

  • Non profit dan rela membantu masyarakat

Kekurangan Yayasan :

  • Terbatasnya dana



Sumber :